Monday, July 29, 2013

Miniatur Negara itu Bernama "Kampus"

“Kampus ibarat miniatur sebuah negara. Di dalamnya berisi warga yang merupakan insan intelektual yang senantiasa berinteraksi dengan ilmu dan kenyataan di masyarakat, sudah sepantasnyalah kampus memberikan model bagaimana mengatur sebuah negara sebagai bentuk aplikasi keintelektualitasannya. Apa yang akan terjadi pada negara ini ke depan dapat dilihat pada kondisi realita mahasiswa saat ini. Hal ini menjadi parameter bagaimana seorang mahasiswa mampu atau tidak menerapkan ilmunya ke dalam realita yang ada, selain langkah-langkah pressure group terhadap pemerintahan yang mengingkari kearifan lokal dan kepentingan rakyat”. Begitulah kira-kira petikan panjang yang diambil dari dokumen perencanaan system ketatanegaraan suatu kampus.

Yang harus dipahami dari petikan panjang diatas adalah bahwa sudah seharusnya kampus menjadi role model bagi penyelenggaraan politik ketatanegaraan maupun pembangunan suatu Negara, bukan sebaliknya, kampus terwarnai oleh ritme politik yang salah dan penuh celah sebagaimana pemerintahan Negara kita saat ini. Idelitas penyelenggaraan Negara harus ter-visualisasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan kampus. secara ideal kampus mampu mewujudkannya karena didukung oleh modal social dan intelektual di dalamnya. Kampus adalah tempat dimana konsep-konsep tentang idealitas dijunjung, pun dengan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu, Sebagai miniatur dari sistem kenegaraan, system ketatanegaraan kampus harus mampu selangkah atau bahkan lebih jauh langkah dari bagian makronya yakni Negara. Sebenarnya system ketatanegaraan kampus bisa meminjam teori-teori ideal yang banyak ditemukan dalam kajian akademis untuk sebuah idealitas penyelenggaraan pemerintahanya. ini adalah analogi sederhana yang kadang tidak banyak difahami dan diaplikasikan secara nyata oleh actor kebijakan pada tataran kampus.

Permasalahan yang muncul dalam banyak kasus adalah aktivis kampus terjebak pada artikulasi fungsi katatanegaraan yang lebih banyak berkutat pada dimensi politik, dalam arti bahwa frekuensi politis lebih besar daripada fungsi administrasi yang justru sebenarnya adalah bagian yang sangat penting - jika tidak bisa dikatakan inti - dari penyelenggaraan ketatanegaraan. Atau bahkan yang banyak dipahami adalah politik sebagaimana artian sempitnya yang bersifat procedural. Bukan dalam artian fungsi politik sebagai alat untuk merumuskan tujuan bersama (collective agreement). Dalam kajian teori kedua fungsi utama ini selain fungsi manajemen, hukum dan perilaku yang merangkumnya harus berjalan seimbang, tidak boleh ada yang lebih dominan. Tapi senyatanya fungsi politik selalu lebih unggul atau barangkali sengaja diunggulkan. Yang banyak dikembangkan adalah aspek politik yang tidak terkait langsung dengan aspek pelayanan bagi mahasiswa. Selain itu, ada kesan bahwa penyelenggaraan pemerintahan kampus sebagai bentuk pemerintahan Negara hanya bersifat retoris, ada inkonsistensi dari lembaga mahasiswa untuk mengimplementasikan konsep ketatanegaraan secara nyata sesuai dengan idealitas sebagaimana termuat dalam kajian akademis. Nuansa politik kepentingan sebagaimana yang terjadi pada tataran Negara selalu menjadi topic hampir disetiap periode pemerintahan. Dan menjadi bagian dari kritik tajam terhadap lembaga pemerintahan kampus (dalam hal ini lembaga mahasiswa). Ini adalah indikasi bahwa ada kejenuhan dari mahasiswa (rakyat kampus) kepada kepentingan-kepentingan yang beredar di dalam system ketatanegaraan disana. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan kata “kepentingan” sejauh berada pada batas normative, karena ia adalah konsekuensi dari keberagaman social maupun ideology masing-masing kelompok di kampus. tapi, kepentingan kelompok ataupun individu tersebut seharusnya tidak lebih utama dari kepentingan mahasiswa secara keseluruhan.

Konsep good governance mungkin bisa dipinjam oleh lembaga mahasiswa dalam penyelenggaraan pemerintahanya, tentu setelah disesuaikan dengan kondisi dan dimensi yang ada pada tataran kampus, selain itu konsep partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas adalah konsep-konsep yang sangat relevan dan kontekstual dengan kondisi kekinian. Pada tataran Negara konsep-konsep ini belum dilaksanakan dengan baik karena sarat dengan penyelewengan akibat kuatnya kepentingan tertentu dalam penyelenggaraanya. dari hal tersebut, kampus harus mampu mengartikulasikan konsep-konsep itu secara benar dan mengaplikasikanya secara nyata, bukankah masyarakat kampus lah yang selalu berteriak reformasi? - Jika itu terjadi tentu akan sangat luar biasa-.

Banyak kegaguan yang muncul ketika - dalam praktek sederhannya - masyarakat kampus harus menterjemahkan konsep-konsep tersebut secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Posisi tiap lembaga saja masih membingungkan katakanlah demikian. Idealnya jika sudah menamakan diri sebagai miniatur sebuah Negara tentu konsekuensi yang harus dijalankan adalah system kelembagaan sebagaimana Negara. Bagaimana posisi legislative dan apa fungsinya, posisi civil society dan apa fungsinya, dimana eksekutif dan apa perannya. Daerah otonom dan bagaimana interaksinya. Harus dipahami sebagaimana jalannya system kenegaraan sesungguhnya.

Tulisan ini semoga menjadi awalan bagi tulisan-tulisan berikutnya yang akan membahas lebih praktis konsep-konsep tersebut untuk penyelenggaraan system ketatanegaraan kampus yang lebih baik dan berpihak pada kepentingan mahasiswa.

Suwandi Suwee, Desember 2012

0 komentar:

Post a Comment