ini adalah tulisan lama yang saya tulis ketika masih kuliah s1, kegundahan dengan sistem perkuliahan khususnya dalam hal pemeberian nilai kepada mahasiswa mendorong saya menuliskan argumen ini, dan mungkin bisa jadi saat ini fenomena itu masih berlaku, jadi intinya adalah mahasiswa yang nilainya buruk di kelas tidak serta merta kemudian adalah mahasiswa yang "bodoh" dan sebaliknya, karena sistem pemberian nilai disitu memang bukan atas dasar pemahaman mahasiswa secara substansial, lebih banyak justru faktor keberuntungan.
" Kita sebagai mahasiswa
dikaruniakan anugerah intelektual yang tidak dimiliki oleh golongan lain, kita
adalah penghubung antara kaum bawah (rakyat jelata) dengan suprastruktur
politik, kita adalah agent of change,kita adalah golongan yang punya kapasitas
lebih dan punya bargain yang kuat untuk mem-preasure pemerintah dalam mengawal
kebijakan yang tidak pro tehadap rakyat, kita adalah ini kita adalah itu. .
.banyak sekali deskripsi progresif yang merepresentasikan mahasiswa sebagai
golongan dalam masyarakat yang punya posisi sangat strategis dari berbagai
aspek.
Dan bagaimanakah
realitas di lapangan?mungkin kita tidak bisa men-generalkan apa yang terjadi
saat ini dalam melihat realitas mahasiswa. Tapi kenyataan yang terjadi adalah
bahwasanya ada pergeseran substansi pemikiran dan normatif yang tidak dapat
dibantahkan. Banyak dari mahasiswa yang tidak dapat menempatkan dirinya pada
posisi yang sesuai sebagaimana mestinya.
Salah satu fenomena yang
terjadi saat ini adalah masalah bagaimana mahasiswa mendapatkan nilai dari
perkuliahan yang diikutinya. Nilai ujian sebagai syarat mendapatkan IP besar
menjadi sebuah “berhala” yang kini menggerogoti substansi pemikiran mahasiswa.
Nilai besar menjadi tujuan utama dari kebanyakan mahasiswa saat ini.
pertanyaanya adalah apakah nilai tersebut benar-benar merepresentasikan
kapasitas dan tingkat pemahaman mahasiswa yang bersangkutan?. Pertanyaan ini
berangkat dari kerisauan terhadap pola atau mekanisme dari para dosen dalam
memberi nilai kepada mahasiswa. Seringkali ujian-ujian yang diberikan tidak
menuntut pemahaman dari mahasiswa dalam mata kuliah yang diikutinya. Apa yang
disampaikan dalam perkuliahan kadangkala tidak substansial, sehingga apa yang
diterima oleh mahasiswa tidak bisa maksimal dalam pemahamanya terhadap materi
yang disampaikan.
Fungsi nilai kini sudah
bergeser, bukan lagi pada representasi pemahaman mahasiswa tapi lebih hanya
sebuah syarat formal yang menunjang kelulusan mata kuliah dan mendapat IP
besar. Ironis sekali."
Suwandi Suwee
0 komentar:
Post a Comment