Monday, July 29, 2013

Ketika Nilai Tidak Lagi Representatif

ini adalah tulisan lama yang saya tulis ketika masih kuliah s1, kegundahan dengan sistem perkuliahan khususnya dalam hal pemeberian nilai kepada mahasiswa mendorong saya menuliskan argumen ini, dan mungkin bisa jadi saat ini fenomena itu masih berlaku, jadi intinya adalah mahasiswa yang nilainya buruk di kelas tidak serta merta kemudian adalah mahasiswa yang "bodoh" dan sebaliknya, karena sistem pemberian nilai disitu memang bukan atas dasar pemahaman mahasiswa secara substansial, lebih banyak justru faktor keberuntungan.

" Kita sebagai mahasiswa dikaruniakan anugerah intelektual yang tidak dimiliki oleh golongan lain, kita adalah penghubung antara kaum bawah (rakyat jelata) dengan suprastruktur politik, kita adalah agent of change,kita adalah golongan yang punya kapasitas lebih dan punya bargain yang kuat untuk mem-preasure pemerintah dalam mengawal kebijakan yang tidak pro tehadap rakyat, kita adalah ini kita adalah itu. . .banyak sekali deskripsi progresif yang merepresentasikan mahasiswa sebagai golongan dalam masyarakat yang punya posisi sangat strategis dari berbagai aspek.
Dan bagaimanakah realitas di lapangan?mungkin kita tidak bisa men-generalkan apa yang terjadi saat ini dalam melihat realitas mahasiswa. Tapi kenyataan yang terjadi adalah bahwasanya ada pergeseran substansi pemikiran dan normatif yang tidak dapat dibantahkan. Banyak dari mahasiswa yang tidak dapat menempatkan dirinya pada posisi yang sesuai sebagaimana mestinya. 
Salah satu fenomena yang terjadi saat ini adalah masalah bagaimana mahasiswa mendapatkan nilai dari perkuliahan yang diikutinya. Nilai ujian sebagai syarat mendapatkan IP besar menjadi sebuah “berhala” yang kini menggerogoti substansi pemikiran mahasiswa. Nilai besar menjadi tujuan utama dari kebanyakan mahasiswa saat ini. pertanyaanya adalah apakah nilai tersebut benar-benar merepresentasikan kapasitas dan tingkat pemahaman mahasiswa yang bersangkutan?. Pertanyaan ini berangkat dari kerisauan terhadap pola atau mekanisme dari para dosen dalam memberi nilai kepada mahasiswa. Seringkali ujian-ujian yang diberikan tidak menuntut pemahaman dari mahasiswa dalam mata kuliah yang diikutinya. Apa yang disampaikan dalam perkuliahan kadangkala tidak substansial, sehingga apa yang diterima oleh mahasiswa tidak bisa maksimal dalam pemahamanya terhadap materi yang disampaikan.
Fungsi nilai kini sudah bergeser, bukan lagi pada representasi pemahaman mahasiswa tapi lebih hanya sebuah syarat formal yang menunjang kelulusan mata kuliah dan mendapat IP besar. Ironis sekali."

Suwandi Suwee

0 komentar:

Post a Comment