Thursday, December 26, 2013

Anak Jalanan, Satoe Atap, Puncak Ungaran : “Cerita dan Hikmah Sepanjang Perjalanan” Bag.2

Oke…seperti yang saya sampaikan sebelumnya, beberapa hari yang lalu saya berkesempatan ikut serta dalam kegiatan teman2 satoe atap bersama anak-anak jalanan simpang lima, agendanya hiking (naik gunung) ungaran. saya diundang mewakili komunitas sahabat pulau, komunitas yang saya ikuti. Komunitas sosial yang bergerak dalam pendidikan anak juga, terutama anak-anak dari keluarga miskin dan daerah-daerah marjinal  (yang belum tau sahabat pulau semarang bisa follow twitternya @sahabatpulauSMG atau gabung grup fb nya Rumah Belajar Harapan Sahabat Tenggang, atau bisa kunjungi websitenya www.sahabatpulausemarang.com ,hehe….) kegiatan ini sendiri diadakan dalam rangka mengenalkan alam kepada anak-anak jalanan. Walaupun sepanjang perjalanan saya tidak menemukan penekanan untuk tujuan yang satu ini,hehe…selain juga sebagai sarana mendekatkan kembali anak-anak jalanan dengan komunitas satoe atap yang menurut volunteer mereka sedang dalam masa re-organisasi karena sempat vakum beberapa saat sehingga sedikit kehilangan momentum dalam hal kedekatan dengan anak-anak jalanan binaan mereka. sebagai guide perjalanan, teman2 satoe atap dipandu oleh kompas (grup pecinta alam teknik mesin Undip). Banyak alasan kenapa saya ikut serta dalam ekspedisi ini, yang pertama, sudah lama saya tidak merasakan suasana pegunungan, menghirup udara segar puncak gunung, membelai embun, memijak bebatuan basah dan menikmati indahnya alam ciptaan Allah yang maha agung, selain juga terapi untuk membersihkan berbagai penyakit hati (akan saya ceritakan ini nanti), kedua saya ingin berinteraksi dengan anak-anak jalanan secara lebih dekat, mendengar cerita mereka…dan agenda ini adalah saat terbaik untuk melakukan itu. dan yang terakhir adalah menambah teman, berjumpa kawan-kawan baru adalah kegemaran saya sejak dulu… :)
sebelum ke promasan nyanyi dulu
Perjalanan dari semarang sabtu pagi sekitar jam 10 dan sampai di pos medini jam 1 siang, untuk transportasi sampai ke pos medini kami naik truk…oiya, dari sahabat pulau semarang saya tidak sendiri, saya bersama rekan volunteer saya di SPS (sahabat pulau semarang), namanya deka, dia mahasiswi sastra inggris unnisula angkatan 2011...oke,lanjutt..agenda pertama pasca turun dari truk adalah makan siang, setelah itu briefing dan langsung menuju pos promasan… (sebenernya saya nunggu ada sesi perkenalan disini, tapi ternyata tidak ada,hehe..). sepanjang perjalanan hamparan hijau kebun teh menyapa kami, di bagian lain pohon-pohon besar di dalam lebatnya hutan berbaris membentuk tembok benteng yang membentang sejauh mata memandang.  saya paling suka berjalan di alam dengan baris-baris hijau pepohonan sebagai latar pemandangan seperti ini. Rasanya saya bisa begitu rileks ketika ada di tempat seperti ini…ditambah lagi gerimis ikut menyapa kami di tengah perjalanan. Buat saya Inilah saat dimana refresh n’ maintenance pikiran dilakukan… Sampai di promasan, tepat jam 3 sore, kami istirahat di rumah penduduk yang memang sudah biasa menjadi tempat menginap para pendaki…disini kami beristirahat memulihkan stamina untuk melanjutkan perjalanan ke puncak pada pagi harinya.
bareng kak mayang 
Ada banyak pelajaran dan hikmah dari setengah perjalanan ini, yang pertama kaitanya dengan pendidikan, diam-diam saya mengamati pola interaksi antara anak2 jalanan tersebut dengan kakak2 pendampingnya. Ada yang menarik (maaf sedikit mengkritik), bagi saya pendidikan dan keteladanan adalah satu paket yang tak terpisahkan, mahatma Gandhi pernah mencontohkan dalam kisah nya yang mahsyur tentang perkataanya kepada seorang anak yang sakit akibat terlalu banyak makan garam, Gandhi berhenti makan garam demi menasehati anak itu agar berhenti makan garam, dan akhirnya anak tersebut berhenti makan garam untuk selama-lamanya…inilah keteladanan. Besar nilainya dalam pendidikan. Oke, jadi ceritanya…dalam perjalanan, ada pendamping yang selalu me’wanti-wanti’ anak-anak jalanan itu untuk menjaga sikap dan perkataan, tapi saya perhatikan juga ada beberapa ‘oknum’ pendamping lain yang justru melanggar ‘wanti-wanti’ tersebut,hehe…ini sama saja dengan ‘melarang anak anda berteriak, dengan berteriak’ atau ‘melarang anak anda merokok, sedangkan anda sendiri merokok’, sampai kapanpun anak anda tidak akan pernah berhenti merokok… jadilah sepanjang perjalanan, anak-anak jalanan tersebut menjadi tidak segan bersikap dan berkata yang melanggar ‘wanti-wanti’ tersebut.. kemudian yang kedua soal keyakinan. mungkin Ini berlaku hanya untuk saya sendiri, karena bisa jadi tiap orang berbeda pemahamannya…saya mengamati ternyata ada juga oknum2 pecinta alam yang dekat sekali dengan hal-hal berbau klenik. (nah lhoo…kenapa bisa begitu?) contoh, saat memasuki hutan “hutan ini ada penunggunya, bersikaplah sopan” oke good, but…jika ingin melakukan sesuatu ijin dulu sama yang nunggu ya, buang air misalnya…buat saya ini berlebihan dan bahkan bisa mendekati kesyirikan, dalam keyakinan saya bumi seisinya ini milik Allah, dimanapun anda berada ikutilah aturan Allah, semua punya aturan, saat ingin buang air pun sudah ada aturanya…ikutilah aturan itu, sudah cukup!!tak perlu ada embel2 ijin sama bangsa jin dsb, dalam agama dan dalam pemahaman saya tak ada pembenaran untuk hal seperti itu…perjalanan naik gunung yang harusnya diisi tasbih atas nikmat keindahan yang Allah berikan berupa hutan, gunung dan perbukitan tak layak rasanya di tunggangi nuansa klenik semacam itu…
yudi, mas popo, kuncung dan agus
Next, setelah istirahat…jam 3 pagi kami bangun dan bersiap menuju puncak, udara cukup dingin, seperti biasa sebelum berangkat briefing terlebih dahulu..perbekalan disiapkan and finally, baru jam 4 lebih kami mulai mendaki, tanah masih licin akibat hujan sepanjang hari sebelumnya, setengah perjalanan ada salah seorang anak pingsan tepat di depan saya… umi namanya, posisinya tepat didalam hutan dengan medan yang cukup terjal, untungnya saya tepat berada dibelakangnya saat tubuhnya terjatuh, saya sudah beberapa kali naik gunung, dan ini adalah pengalaman pertama saya menghadapi situasi ada pendaki yang pingsan, beruntung ada tim P3K di dalam rombongan, akhirnya anak tersebut di tangani tim dan dibawa kembali ke posko sedangkan yang lain melanjutkan perjalanan.
iin, umi dan krisna
Satu lagi, satu hal yang kadang jadi tantangan saat ikut kegiatan bersama yang kita bukan panitianya adalah me-manage waktu sholat, untuk agenda ke puncak kali ini sepertinya tidak ada agenda sholat subuh berjamaah, waktu menunjukkan jam 5.30, dan saya belum sempat sholat subuh, akhirnya saya putuskan berjalan lebih dulu di depan, bersama 3 orang anak yang lebih dulu berjalan di depan saya, setelah melewati vegetasi hutan sampailah saya ditempat yang landai…ada sekumpulan anak-anak SMP disana, mereka bersama beberapa orang Pembina, Alhamdulillah akhirnya saya bisa sholat disana, setelah sholat saya sempatkan berkenalan dengan rombongan tersebut, anak-anak ini menarik perhatian saya…ya, saat saya sampai di tempat itu, mereka neramai-ramai sedang membaca al-qur’an…selidik punya selidik ternyata mereka adalah rombongan anak-anak SMP bina insani, jumlahnya sekitar 20an anak ditambah 3 orang pendamping, saya sempatkan berkenalan dengan pendamping mereka dan melanjutkan perjalanan keatas bersama-sama, 3 anak jalanan dari rombongan kami sudah lebih dulu naik sedangkan rombongan besar kami masih di belakang…ada kesan yang dalam saat berjumpa adik2 bina insani ini, sebuah kontradiksi yang kadang luput tanpa disadari. Perjalanan naik gunung sejatinya adalah bentuk perenungan bahwa Allah adalah pencipta alam yang maha besar, diatas gunung yang besar nan gagah itu manusia menjadi terlihat begitu kecil, tak pantas rasanya bersikap sombong disana, maka, sudah selayaknyalah perjalanan ke puncak gunung adalah juga sebagai bagian dari upaya mengingat Allah…melalui ciptaannya yang agung, jadi jangan sampai upaya mengingat Allah ini malah kemudian menjadi ajang melalaikan perintah Allah yang lain…seperti sholat misalnya, dan anak-anak ini memberi hikmah yang begitu dalam tentang komitmen ini, bahkan di tengah udara yang dingin itu mereka sempat tilawah alqur’an, sedangkan saya, sholat subuh saja hampir ketinggalan.
on the top of the mount
Berada diatas gunung adalah saat yang selalu berkesan buat saya, sebetulnya ini adalah ke 5 kalinya saya berada di puncak ungaran, tapi saya tidak pernah bosan dan kehabisan minat untuk kembali berada di gundukan bukit berbatu yang jadi puncaknya gunung ungaran itu. (Malah yang habis minat buat saya adalah sesi foto2nnya,hehe…) di atas sana saya lebih suka berlama-lama memandang hamparan hijau kebun teh dibawah bukit, melihat betapa kecilnya rumah-rumah dibawah sana atau jejeran gunung-gunung lainnya yang kokoh berdiri menantang  kiri dan kanannya. Buat saya moment seperti ini tak bisa dibayar dengan apapun. sayangnya keindahan seperti ini kadangkala dirusak oleh tabiat umum para pendaki yang dengan seenaknya meninggalkan sampah begitu saja, dan kadangkala perbuatan membuang sampah seenaknya ini justru dilakukan oleh mereka yang berlabel ‘pecinta alam’, walaupun tidak semua demikian. ada satu lagi…ini juga satu hal yang cukup mengganggu buat saya, bagi saya udara segar adalah bagian lain dari keindahan pegunungan, tapi menjengkelkan memang udara segar justru sama sekali tidak bisa saya nikmati saat berada dipuncak gunung, asap rokok merajalela, berkuasa dipuncak sana, ini jelas ironi buat saya yang tidak suka asap rokok (fyi : dulu saya pernah dibilang banci karena tidak suka asap rokok, sekarang banci malah banyak yang merokok,hehe…) seandainya ‘oknum2’ pecinta alam ini menyadari jika menjaga udara segar di puncak gunung ini adalah juga bagian dari mencintai alam, alangkah baiknya…
reggae time bareng mas popo
Setelah beberapa saat di puncak, kami turun kembali menuju pos promasan, perjalanan turun terasa lebih cepat…lagi-lagi saya berjalan paling depan, bersama 5 orang anak jalanan. Di dalam perjalanan saya banyak berbincang dengan mereka, tentang hidup mereka dijalanan. Pengalaman mereka dan hal-hal nyeleneh yang pernah mereka lakukan. Romadhon, yudi, kuncung, popo dan agus...kisah hidup mereka mirip, mereka pernah menjajaki beberapa kota sebagai anak jalanan, usia mereka seumuran dengan saya, diantara mereka berlima yang menarik perhatian saya adalah mas popo, dari awal saya memang tertarik dengan tabiatnya yang tak banyak bicara, saat berkomunikasi dia cukup santun dan menyukai interaksi yang serupa diskusi, selama perjalanan dialah yang paling sering saya ajak berbincang, pengalamanya di jalanan sudah sangat tinggi, diantara anak-anak yang lain dia termasuk senior, pantas jika pengetahuanya juga luas, dia bercerita pernah menjadi gelandangan di berbagai kota, mulai dari jogja, Jakarta sampai bali pernah dia jajaki. Selain itu dia juga banyak kenal teman-teman aktivis buruh di semarang, kebetulan teman SPS saya, deka, juga cukup aktif di organisasi semacam ini.
mas popo in action
Satu lagi yang menarik perhatian saya adalah hasan, kebiasaanya yang suka berbicara dengan bahasa jawa kromo membuat saya tertarik berbincang banyak denganya, seharusnya dia sudah kelas 1 SMA, tapi sejak kelas 4 SD dia berhenti sekolah, hidup dijalanan sudah dijalaninya bertahun-tahun mulai dari ngamen, kerja partime di warung penyet sampai menjad tukang parkir dadakan tiap malam di simpang lima, dia suka sekali memancing di tengah laut, kesan saya saat berbincang denganya adalah ternyata perangai dan tindak tanduknya sangat sopan walaupun dilihat dari luar tampilannya memang tampak berantakan. Saya tidak sempat berbincang satu persatu dengan mereka semua, hanya beberapa yang saya ajak berbincang singkat, tapi dari perjumpaan yang singkat itu setidaknya meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya, bahwa mereka layaknya anak-anak yang lain, pada dasarnya adalah anak-anak yang baik. Lingkungan hidup yang keras dan keterpaksaanlah yang membuat mereka menjadi terkesan ‘liar’ dan ‘berantakan’, mereka hanya butuh tempat dimana mereka bisa memperoleh bimbingan, mereka juga butuh dukungan untuk terus survive, dan oleh komunitas satoe atap inilah peran-peran seperti itu dilakukan…diakhir perjalanan mereka sempat menampilkan kreasi mereka berupa lagu yang mereka gubah beramai-ramai. Dari lirik lagu yang mereka buat saya menangkap bahwa di dalam hati mereka ada harapan untuk bisa menikmati hidup layaknya anak-anak dan remaja lainnya, mereka ingin dianggap sama dengan anak-anak yang lain… Romadhon, yudi, kuncung, agus, popo, krisna, tuyul, pesek, hasan, umi, iin dll terimakasih untuk perjumpaan yang sangat berkesan  ini. Diam-diam saya belajar banyak dari kalian…

0 komentar:

Post a Comment