Oke…seperti yang saya sampaikan sebelumnya, beberapa hari yang
lalu saya berkesempatan ikut serta dalam kegiatan teman2 satoe atap bersama
anak-anak jalanan simpang lima, agendanya hiking (naik gunung) ungaran. saya
diundang mewakili komunitas sahabat pulau, komunitas yang saya ikuti. Komunitas
sosial yang bergerak dalam pendidikan anak juga, terutama anak-anak dari
keluarga miskin dan daerah-daerah marjinal (yang belum tau sahabat pulau
semarang bisa follow twitternya @sahabatpulauSMG atau gabung grup fb nya Rumah
Belajar Harapan Sahabat Tenggang, atau bisa kunjungi websitenya
www.sahabatpulausemarang.com ,hehe….) kegiatan ini sendiri diadakan dalam
rangka mengenalkan alam kepada anak-anak jalanan. Walaupun sepanjang perjalanan
saya tidak menemukan penekanan untuk tujuan yang satu ini,hehe…selain juga
sebagai sarana mendekatkan kembali anak-anak jalanan dengan komunitas satoe
atap yang menurut volunteer mereka sedang dalam masa re-organisasi karena
sempat vakum beberapa saat sehingga sedikit kehilangan momentum dalam hal
kedekatan dengan anak-anak jalanan binaan mereka. sebagai guide perjalanan,
teman2 satoe atap dipandu oleh kompas (grup pecinta alam teknik mesin Undip).
Banyak alasan kenapa saya ikut serta dalam ekspedisi ini, yang pertama, sudah
lama saya tidak merasakan suasana pegunungan, menghirup udara segar puncak
gunung, membelai embun, memijak bebatuan basah dan menikmati indahnya alam
ciptaan Allah yang maha agung, selain juga terapi untuk membersihkan berbagai
penyakit hati (akan saya ceritakan ini nanti), kedua saya ingin berinteraksi
dengan anak-anak jalanan secara lebih dekat, mendengar cerita mereka…dan agenda
ini adalah saat terbaik untuk melakukan itu. dan yang terakhir adalah menambah
teman, berjumpa kawan-kawan baru adalah kegemaran saya sejak dulu… :)
sebelum ke promasan nyanyi dulu
Perjalanan dari semarang sabtu pagi sekitar jam 10 dan sampai di
pos medini jam 1 siang, untuk transportasi sampai ke pos medini kami naik
truk…oiya, dari sahabat pulau semarang saya tidak sendiri, saya bersama rekan
volunteer saya di SPS (sahabat pulau semarang), namanya deka, dia mahasiswi
sastra inggris unnisula angkatan 2011...oke,lanjutt..agenda pertama pasca turun
dari truk adalah makan siang, setelah itu briefing dan langsung menuju pos
promasan… (sebenernya saya nunggu ada sesi perkenalan disini, tapi ternyata
tidak ada,hehe..). sepanjang perjalanan hamparan hijau kebun teh menyapa kami,
di bagian lain pohon-pohon besar di dalam lebatnya hutan berbaris membentuk
tembok benteng yang membentang sejauh mata memandang. saya paling
suka berjalan di alam dengan baris-baris hijau pepohonan sebagai latar
pemandangan seperti ini. Rasanya saya bisa begitu rileks ketika ada di tempat
seperti ini…ditambah lagi gerimis ikut menyapa kami di tengah perjalanan. Buat
saya Inilah saat dimana refresh n’ maintenance pikiran dilakukan… Sampai di
promasan, tepat jam 3 sore, kami istirahat di rumah penduduk yang memang sudah
biasa menjadi tempat menginap para pendaki…disini kami beristirahat memulihkan
stamina untuk melanjutkan perjalanan ke puncak pada pagi harinya.
bareng kak mayang
Ada banyak pelajaran dan hikmah dari setengah perjalanan ini, yang
pertama kaitanya dengan pendidikan, diam-diam saya mengamati pola interaksi
antara anak2 jalanan tersebut dengan kakak2 pendampingnya. Ada yang menarik
(maaf sedikit mengkritik), bagi saya pendidikan dan keteladanan adalah satu
paket yang tak terpisahkan, mahatma Gandhi pernah mencontohkan dalam kisah nya
yang mahsyur tentang perkataanya kepada seorang anak yang sakit akibat terlalu
banyak makan garam, Gandhi berhenti makan garam demi menasehati anak itu agar
berhenti makan garam, dan akhirnya anak tersebut berhenti makan garam untuk
selama-lamanya…inilah keteladanan. Besar nilainya dalam pendidikan. Oke, jadi
ceritanya…dalam perjalanan, ada pendamping yang selalu me’wanti-wanti’
anak-anak jalanan itu untuk menjaga sikap dan perkataan, tapi saya perhatikan
juga ada beberapa ‘oknum’ pendamping lain yang justru melanggar ‘wanti-wanti’
tersebut,hehe…ini sama saja dengan ‘melarang anak anda berteriak, dengan
berteriak’ atau ‘melarang anak anda merokok, sedangkan anda sendiri merokok’,
sampai kapanpun anak anda tidak akan pernah berhenti merokok… jadilah sepanjang
perjalanan, anak-anak jalanan tersebut menjadi tidak segan bersikap dan berkata
yang melanggar ‘wanti-wanti’ tersebut.. kemudian yang kedua soal keyakinan.
mungkin Ini berlaku hanya untuk saya sendiri, karena bisa jadi tiap orang
berbeda pemahamannya…saya mengamati ternyata ada juga oknum2 pecinta alam yang
dekat sekali dengan hal-hal berbau klenik. (nah lhoo…kenapa bisa begitu?)
contoh, saat memasuki hutan “hutan ini ada penunggunya, bersikaplah sopan” oke
good, but…jika ingin melakukan sesuatu ijin dulu sama yang nunggu ya, buang air
misalnya…buat saya ini berlebihan dan bahkan bisa mendekati kesyirikan, dalam
keyakinan saya bumi seisinya ini milik Allah, dimanapun anda berada ikutilah
aturan Allah, semua punya aturan, saat ingin buang air pun sudah ada
aturanya…ikutilah aturan itu, sudah cukup!!tak perlu ada embel2 ijin sama
bangsa jin dsb, dalam agama dan dalam pemahaman saya tak ada pembenaran untuk
hal seperti itu…perjalanan naik gunung yang harusnya diisi tasbih atas nikmat
keindahan yang Allah berikan berupa hutan, gunung dan perbukitan tak layak
rasanya di tunggangi nuansa klenik semacam itu…
yudi, mas popo, kuncung dan agus
Next, setelah istirahat…jam 3 pagi kami bangun dan bersiap menuju
puncak, udara cukup dingin, seperti biasa sebelum berangkat briefing terlebih
dahulu..perbekalan disiapkan and finally, baru jam 4 lebih kami mulai mendaki,
tanah masih licin akibat hujan sepanjang hari sebelumnya, setengah perjalanan
ada salah seorang anak pingsan tepat di depan saya… umi namanya, posisinya
tepat didalam hutan dengan medan yang cukup terjal, untungnya saya tepat berada
dibelakangnya saat tubuhnya terjatuh, saya sudah beberapa kali naik gunung, dan
ini adalah pengalaman pertama saya menghadapi situasi ada pendaki yang pingsan,
beruntung ada tim P3K di dalam rombongan, akhirnya anak tersebut di tangani tim
dan dibawa kembali ke posko sedangkan yang lain melanjutkan perjalanan.
iin, umi dan krisna
Satu lagi, satu hal yang kadang jadi tantangan saat ikut kegiatan
bersama yang kita bukan panitianya adalah me-manage waktu sholat, untuk agenda
ke puncak kali ini sepertinya tidak ada agenda sholat subuh berjamaah, waktu
menunjukkan jam 5.30, dan saya belum sempat sholat subuh, akhirnya saya putuskan
berjalan lebih dulu di depan, bersama 3 orang anak yang lebih dulu berjalan di
depan saya, setelah melewati vegetasi hutan sampailah saya ditempat yang
landai…ada sekumpulan anak-anak SMP disana, mereka bersama beberapa orang
Pembina, Alhamdulillah akhirnya saya bisa sholat disana, setelah sholat saya
sempatkan berkenalan dengan rombongan tersebut, anak-anak ini menarik perhatian
saya…ya, saat saya sampai di tempat itu, mereka neramai-ramai sedang membaca
al-qur’an…selidik punya selidik ternyata mereka adalah rombongan anak-anak SMP
bina insani, jumlahnya sekitar 20an anak ditambah 3 orang pendamping, saya
sempatkan berkenalan dengan pendamping mereka dan melanjutkan perjalanan keatas
bersama-sama, 3 anak jalanan dari rombongan kami sudah lebih dulu naik
sedangkan rombongan besar kami masih di belakang…ada kesan yang dalam saat
berjumpa adik2 bina insani ini, sebuah kontradiksi yang kadang luput tanpa
disadari. Perjalanan naik gunung sejatinya adalah bentuk perenungan bahwa Allah
adalah pencipta alam yang maha besar, diatas gunung yang besar nan gagah itu
manusia menjadi terlihat begitu kecil, tak pantas rasanya bersikap sombong
disana, maka, sudah selayaknyalah perjalanan ke puncak gunung adalah juga
sebagai bagian dari upaya mengingat Allah…melalui ciptaannya yang agung, jadi
jangan sampai upaya mengingat Allah ini malah kemudian menjadi ajang melalaikan
perintah Allah yang lain…seperti sholat misalnya, dan anak-anak ini memberi
hikmah yang begitu dalam tentang komitmen ini, bahkan di tengah udara yang dingin
itu mereka sempat tilawah alqur’an, sedangkan saya, sholat subuh saja hampir
ketinggalan.
on the top of the mount
Berada diatas gunung adalah saat yang selalu berkesan buat saya,
sebetulnya ini adalah ke 5 kalinya saya berada di puncak ungaran, tapi saya
tidak pernah bosan dan kehabisan minat untuk kembali berada di gundukan bukit
berbatu yang jadi puncaknya gunung ungaran itu. (Malah yang habis minat buat
saya adalah sesi foto2nnya,hehe…) di atas sana saya lebih suka berlama-lama
memandang hamparan hijau kebun teh dibawah bukit, melihat betapa kecilnya
rumah-rumah dibawah sana atau jejeran gunung-gunung lainnya yang kokoh berdiri
menantang kiri dan kanannya. Buat saya moment seperti ini tak bisa
dibayar dengan apapun. sayangnya keindahan seperti ini kadangkala dirusak oleh
tabiat umum para pendaki yang dengan seenaknya meninggalkan sampah begitu saja,
dan kadangkala perbuatan membuang sampah seenaknya ini justru dilakukan oleh
mereka yang berlabel ‘pecinta alam’, walaupun tidak semua demikian. ada satu
lagi…ini juga satu hal yang cukup mengganggu buat saya, bagi saya udara segar
adalah bagian lain dari keindahan pegunungan, tapi menjengkelkan memang udara
segar justru sama sekali tidak bisa saya nikmati saat berada dipuncak gunung,
asap rokok merajalela, berkuasa dipuncak sana, ini jelas ironi buat saya yang
tidak suka asap rokok (fyi : dulu saya pernah dibilang banci karena tidak suka
asap rokok, sekarang banci malah banyak yang merokok,hehe…) seandainya ‘oknum2’
pecinta alam ini menyadari jika menjaga udara segar di puncak gunung ini adalah
juga bagian dari mencintai alam, alangkah baiknya…
reggae time bareng mas popo
Setelah beberapa saat di puncak, kami turun kembali menuju pos
promasan, perjalanan turun terasa lebih cepat…lagi-lagi saya berjalan paling
depan, bersama 5 orang anak jalanan. Di dalam perjalanan saya banyak berbincang
dengan mereka, tentang hidup mereka dijalanan. Pengalaman mereka dan hal-hal
nyeleneh yang pernah mereka lakukan. Romadhon, yudi, kuncung, popo dan
agus...kisah hidup mereka mirip, mereka pernah menjajaki beberapa kota sebagai
anak jalanan, usia mereka seumuran dengan saya, diantara mereka berlima yang
menarik perhatian saya adalah mas popo, dari awal saya memang tertarik dengan
tabiatnya yang tak banyak bicara, saat berkomunikasi dia cukup santun dan
menyukai interaksi yang serupa diskusi, selama perjalanan dialah yang paling
sering saya ajak berbincang, pengalamanya di jalanan sudah sangat tinggi,
diantara anak-anak yang lain dia termasuk senior, pantas jika pengetahuanya
juga luas, dia bercerita pernah menjadi gelandangan di berbagai kota, mulai
dari jogja, Jakarta sampai bali pernah dia jajaki. Selain itu dia juga banyak
kenal teman-teman aktivis buruh di semarang, kebetulan teman SPS saya, deka,
juga cukup aktif di organisasi semacam ini.
mas popo in action
Satu lagi yang menarik perhatian saya adalah hasan, kebiasaanya
yang suka berbicara dengan bahasa jawa kromo membuat saya tertarik berbincang
banyak denganya, seharusnya dia sudah kelas 1 SMA, tapi sejak kelas 4 SD dia
berhenti sekolah, hidup dijalanan sudah dijalaninya bertahun-tahun mulai dari
ngamen, kerja partime di warung penyet sampai menjad tukang parkir dadakan tiap
malam di simpang lima, dia suka sekali memancing di tengah laut, kesan saya
saat berbincang denganya adalah ternyata perangai dan tindak tanduknya sangat
sopan walaupun dilihat dari luar tampilannya memang tampak berantakan. Saya
tidak sempat berbincang satu persatu dengan mereka semua, hanya beberapa yang
saya ajak berbincang singkat, tapi dari perjumpaan yang singkat itu setidaknya
meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya, bahwa mereka layaknya anak-anak
yang lain, pada dasarnya adalah anak-anak yang baik. Lingkungan hidup yang
keras dan keterpaksaanlah yang membuat mereka menjadi terkesan ‘liar’ dan
‘berantakan’, mereka hanya butuh tempat dimana mereka bisa memperoleh
bimbingan, mereka juga butuh dukungan untuk terus survive, dan oleh komunitas
satoe atap inilah peran-peran seperti itu dilakukan…diakhir perjalanan mereka
sempat menampilkan kreasi mereka berupa lagu yang mereka gubah beramai-ramai.
Dari lirik lagu yang mereka buat saya menangkap bahwa di dalam hati mereka ada
harapan untuk bisa menikmati hidup layaknya anak-anak dan remaja lainnya,
mereka ingin dianggap sama dengan anak-anak yang lain… Romadhon, yudi, kuncung,
agus, popo, krisna, tuyul, pesek, hasan, umi, iin dll terimakasih untuk
perjumpaan yang sangat berkesan ini. Diam-diam saya belajar banyak
dari kalian…
0 komentar:
Post a Comment