Kini saya coba sharing tentang sikap
menghargai. Lagi-lagi buku sang budayawan menjadi referensiku. baiklah kawan
dalam diri kita selalu ada mental berhitung, perhitungan yang saya maksud
bukanlah terkait dengan aritmatika berupa tambah, kali, dan bagi melainkan
melainkan menghitung orang lain tak lebih sebagai alat. Alat untuk sekedar
menuju kepentingan yang menurut kita lebih strategis dan lebih berharga. Saya
sendiri tidak terlepas dari godaan seperti itu.
Di sebuah keramaian misalnya, ketika saya
sendirian dan belum menemukan seorang teman yang saya anggap sepadan,
kedatangan seseorang yang menawarkan obrolan kepada saya akan saya sambut
dengan keramahan sempurna. Ia adalah penyelamat dari kesendirian dan kepadanya
saya tawarkan seluruh gairah saya untuk kemudian, ketika orang lain muncul dan
menurut saya orang itu lebih berharga, dan kebetulan saya mengenalnya, orang
ini langsung saya campakan begitu saja. Tentu, saya telah melakukan basa-basi
seperlunya, tetapi betapapun lengkap basa-basi saya, pasti tak menghindarkan
perasaan orang ini dari rasa terluka. Perasaan di rendahkan dan diramahi jika
Cuma kalau diperlukan.
Saya sungguh minta maaf kepada orang-orang
yang telah saya lukai ini, yang berapa jumlahnya tidak pernah saya tahu.
Tetapi, saya yang kadang melukai itu juga adalah saya yang suatu kali bisa pula
dilukai oleh persoalan serupa. Diluar kedudukan saya sebagai pelaku, kadang
saya juga menjadi korban. Ini membuktikan bahwa mental hitung-hitungan ini bisa
menimpa setiap orang
Lagi-lagi disebuah pertemuan, kini giliran
sayalah yang menemani seseorang yang saya sangka terhormat sehingga tidak layak
dibiarkan duduk sendirian. Orang ini menyambut dengan suka cita kedatangan saya
dan mengobrolah kami dengan keakraban seolah kawan yang setara kedudukanya.
Tetapi, orang terhormat yang ramah itu spontan menjadi gugupnya ketika
dihadapanya muncul seorang yang lebih terhormat lagi, dan kepadanyalah dia lalu
berasyik masyuk sambil meninggalkan saya sendirian.
Sudah tentu saya amat dilukai. Saya
seperti pasangan yang ditinggal kawin lagi hanya karena kalah berharga
dibanding kompetitor baru yang lebih terang pamornya. Saya menikmati betul
perasaan semacam itu karena saya juga ingat betul, begitulah pasti perasaan
orang-orang yang pernah saya tinggalkan untuk selingkuh dengan pasangan
pergaulan baru yang menurut saya lebih terhormat kedudukanya itu.
Kini, dari kesakitan sebagai
pihak yang ditinggalkan itu, saya juga merasa betapa jahatnya ketika sedang
meninggalkan. Apalagi jika alasan peninggalan iu Cuma karen ukuran bahwa yang
satu saya sangka lebih terhormat ketimbang yang lain., yang ini lebih strategis
daripada yang itu, dan yang sana lebih menguntungkan dari yang ini. Orang-orang
yang saya anggap menguntungkan itu bisa jadi memang menguntungkan. Tetapi, jika
keuntungan yang di situ harus saya tebus dengan melukai orang yang di sini,
saya jadi ngeri sendiri. Ngeri jika di mata si luka saya ini sekedar orang yang
mudah sekali berpindah ke lain hati Cuma karena keuntungan yang belum tentu
berarti itu. Kini, saya sedang belajar untuk menghargai orang bukan dari
kalkulasi untung dan rugi, melainkan karena ada dasarnya, SETIAP ORANG AMAT
LAYAK UNTUK DIHARGAI !!!
0 komentar:
Post a Comment