Buku tentang rumus kesuksesan itu menarik
hati saya. Terutama karena ia dibuka dengan pengantar betapa mengesankan
cara-caranya memberi tips kesuksesan itu nanti. Betapa berbeda buku yang
ditulisnya ini dengan ribuan buku tentang kesuksesan lainnya yang telah ada
sebelumnya. Aneka buku yang disebutnya dangkal dan mengerikan. Penuh mantera
ajaib tentang kesuksesan, bahwa seolah-olah meraih sukses itu semudah menekan
tombol lampu. Sungguh berbeda dengan buku yang ditulisnya itu. Buku yang ia
sebut sebagai ketulusan, berisi pengalaman nyata dan amat praktis dalam
mengubah hidup pembacanya. Buku yang dijamin akan membuat nasib seseorang
berubah jika benar-benar mematuhi instruksinya. Dan buku itu dibuat bersambung
Cuma untuk bisa membaca jurus terakhirnya. Buku ini juga berujung pada tawaran
bahwa seorang akan menjadi lebih sukses jika sehabis membaca buku ia datang ke
seminarnya, dan harus membayar pula,hahahaha!
Saya tertarik pada buku ini karena inilah
buku yang kesekian yang saya baca tentang betapa sulitnya mencegah diri sendiri
untuk tidak meninggikan diri sambil merendah-rendahkan sesama. Kenapa untuk
menunjukan resep kesuksesan bikinan sendiri itu, kurang lengkap rasanya jika
tidak sambil meremehkan ramuan resep kesuksesan orang lainya.
Kehebatan ini rasanya tidak sempurna jika
kita tidak membandingkanya dengan kekurangan orang lain. betapa dekat kita
dengan gaya seperti ini begitu juga dengan saya kadangkala gaya seperti ini
melekat dalam keseharian tanpa disadari :”zaman saya dulu....”, lalu
selebihnya, betapa zaman itu kedisiplinan hidupnya tinggi. Tidak seperti
generasi sekarang yang sekali bentak lalu putus asa dan mati. “ tidak seperti
cara saya dulu...”, cara yang menurut kita sulit ditiru karena membutuhkan
ketekunan yang teruji. “ hanya orang-orang yang benar-benar kuat yang
akan lulus dari ujian itu”, Kata kita.
Sungguh, kekurangan pihak lain memang
menjadi lauk-pauk yang lezat bagi kemegahan diri sendiri. Tanpa menyertakan
kekurangan pihak lain, kehebatan kita sendiri tidak akan cukup memuaskan. Oleh
karena itu, kepada kita yang tengah hebat, tidak cukup hanya dengan mengatakan
bahwa beginilah latihan saya, beginilah proses saya, jalan inilah yang saya
tempuh dan lain-lain, dibelakang pernyataan itu biasanya masih harus kita
sertakan: sungguh berbeda dari jalan yang generasimu tempuh, sangat jauh dari
apa yang kalian lakukan, di zaman kalian semua serba enak, menang dapet bonus,
tempat latihan memadai, semua pihak mendukung dan lain sebagainya sangat
berbeda dengan zaman saya dulu... sangat berbeda dengan zaman saya dulu!
Di zaman saya?wahhh... boro-boro bonus,
ditepuk punggungnya sebagai tanda terimakasih pun sudah luar biasa, berbeda
dengan zaman sekarang. zaman sekarang enak, mau kuliah bisa cepat sekali lulus,
zaman saya dulu untuk bertemu dengan dosen saja susahnya minta ampun. Atau
organisasi yang kalian pegang hari ini sudah sangat baik karena pada zaman saya
dulu anggota organisasi begitu mati-matian berjuang, era sekarang justru sangat
menurun kualitasnya, semua serba berbeda dari zaman saya dulu...sangat berbeda
dari zaman saya dulu!
Ya..kita memang sering membangun kemegahan
dengan kelemahan sesama sebagai pondasinya.
0 komentar:
Post a Comment