Monday, October 1, 2012

Ketika Saya Membaca Sebuah Buku


Buku tentang rumus kesuksesan itu menarik hati saya. Terutama karena ia dibuka dengan pengantar betapa mengesankan cara-caranya memberi tips kesuksesan itu nanti. Betapa berbeda buku yang ditulisnya ini dengan ribuan buku tentang kesuksesan lainnya yang telah ada sebelumnya. Aneka buku yang disebutnya dangkal dan mengerikan. Penuh mantera ajaib tentang kesuksesan, bahwa seolah-olah meraih sukses itu semudah menekan tombol lampu. Sungguh berbeda dengan buku yang ditulisnya itu. Buku yang ia sebut sebagai ketulusan, berisi pengalaman nyata dan amat praktis dalam mengubah hidup pembacanya. Buku yang dijamin akan membuat nasib seseorang berubah jika benar-benar mematuhi instruksinya. Dan buku itu dibuat bersambung Cuma untuk bisa membaca jurus terakhirnya. Buku ini juga berujung pada tawaran bahwa seorang akan menjadi lebih sukses jika sehabis membaca buku ia datang ke seminarnya, dan harus membayar pula,hahahaha!

Saya tertarik pada buku ini karena inilah buku yang kesekian yang saya baca tentang betapa sulitnya mencegah diri sendiri untuk tidak meninggikan diri sambil merendah-rendahkan sesama. Kenapa untuk menunjukan resep kesuksesan bikinan sendiri itu, kurang lengkap rasanya jika tidak sambil meremehkan ramuan resep kesuksesan orang lainya.

Kehebatan ini rasanya tidak sempurna jika kita tidak membandingkanya dengan kekurangan orang lain. betapa dekat kita dengan gaya seperti ini begitu juga dengan saya kadangkala gaya seperti ini melekat dalam keseharian tanpa disadari :”zaman saya dulu....”, lalu selebihnya, betapa zaman itu kedisiplinan hidupnya tinggi. Tidak seperti generasi sekarang yang sekali bentak lalu putus asa dan mati. “ tidak seperti cara saya dulu...”, cara yang menurut kita sulit ditiru karena membutuhkan ketekunan yang teruji. “ hanya orang-orang yang benar-benar kuat yang akan  lulus dari ujian itu”, Kata kita.

Sungguh, kekurangan pihak lain memang menjadi lauk-pauk yang lezat bagi kemegahan diri sendiri. Tanpa menyertakan kekurangan pihak lain, kehebatan kita sendiri tidak akan cukup memuaskan. Oleh karena itu, kepada kita yang tengah hebat, tidak cukup hanya dengan mengatakan bahwa beginilah latihan saya, beginilah proses saya, jalan inilah yang saya tempuh dan lain-lain, dibelakang pernyataan itu biasanya masih harus kita sertakan: sungguh berbeda dari jalan yang generasimu tempuh, sangat jauh dari apa yang kalian lakukan, di zaman kalian semua serba enak, menang dapet bonus, tempat latihan memadai, semua pihak mendukung dan lain sebagainya sangat berbeda dengan zaman saya dulu... sangat berbeda dengan zaman saya dulu!

Di zaman saya?wahhh... boro-boro bonus, ditepuk punggungnya sebagai tanda terimakasih pun sudah luar biasa, berbeda dengan zaman sekarang. zaman sekarang enak, mau kuliah bisa cepat sekali lulus, zaman saya dulu untuk bertemu dengan dosen saja susahnya minta ampun. Atau organisasi yang kalian pegang hari ini sudah sangat baik karena pada zaman saya dulu anggota organisasi begitu mati-matian berjuang, era sekarang justru sangat menurun kualitasnya, semua serba berbeda dari zaman saya dulu...sangat berbeda dari zaman saya dulu!

Ya..kita memang sering membangun kemegahan dengan kelemahan sesama sebagai pondasinya.

0 komentar:

Post a Comment