Saturday, December 15, 2012

Akumulasi Kecemasan itu Bernama “Sekolah Alternatif”

Kemarin, untuk kali kedua saya bertemu pak din pendiri sekolah alternatif qaryah thoyibah tapi beliau lebih suka menyebutnya kelompok belajar qaryah thoyibah atau disingkat KBQT di tingkir, Salatiga. Memang sejak pertama kenal sekolah satu ini dari pelatihan FIM di cibubur oktober lalu, ketertarikan saya terhadap dunia pendidikan seperti meluap-luap. Alasan pertama adalah karena sejak dulu memang saya memimpikan suatu saat nanti bisa mendirikan sekolah dan perpustakaan bagi anak-anak kurang mampu di desa saya, sehingga semua anak merasakan indahnya dunia dari kemilau ilmu pengetahuan yang mereka pelajari, tentu dengan Cuma-Cuma tak perlu mengerutkan dahi memikirkan biaya. Alasan kedua berangkat dari keprihatinan saya terhadap realitas pendidikan saat ini, kompleksitas permasalahan dunia pendidikan seperti benang kusut yang terus mengusut dari hari ke hari, kalian pasti tahu!

Dari pertemuan yang singkat itu saya menggali banyak hal tentang hakekat pendidikan. banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan dan rasanya sangat menyentuh realitas. Sejak itu, saya tertarik menggali lebih jauh filsafat dan teori-teori yang menginspirasi gerakan pendidikan semacam ini melalui buku dan internet, salah satu buku yang menginspirasi adalah novel karya tetsuko kuroyanagi berjudul Totto chan yang bercerita tentang betapa pendidikan harus menempatkan anak didik sebagai manusia seutuhnya, secara lebih humanis, karena mereka anak-anak didik bukanlah makhluk mekanis.  Novel ini sangat tajam menyentil dunia pendidikan saat ini, Tentu kita sadar sudah lama dunia pendidikan formal (sekolah) kita dikritik sebagai tempat yang kurang nyaman bagi siswa didik dalam mengeksplorasi dan menumbuhkembangkan jatidiri. Sekolah tak ubahnya kerangkeng penjara yang menindas para murid. Mereka harus menjadi sosok yang serba penurut, patuh, dan taat pada komando. Imbasnya, mereka menjadi sosok mekanis yang kehilangan sikap kreatif dan mandiri. Mereka belum terbebas sepenuhnya dari suasana keterpasungan dan penindasan.

Yang lebih mencemaskan adalah dunia persekolahan pendidikan kita dinilai hanya menjadi milik anak-anak orang kaya. Usai menuntut ilmu, mereka menjadi penindas-penindas baru sebagai efek domino dari proses dan sistem yang selama ini mereka dapatkan di sekolah. Sungguh sangat beralasan jika banyak pengamat pendidikan yang menilai bahwa dunia persekolahan kita selama ini hanya melahirkan kaum penindas. Sementara itu, anak-anak dari kalangan masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki akses terhadap dunia pendidikan hanya akan menjadi kacung dan kaum tertindas.

Situasi keterpasungan dan ketertindasan yang berlangsung dalam dunia pendidikan kita, disadari atau tidak, telah menimbulkan resistensi dari para penggiat sosial. Mereka banyak merintis berdirinya pendidikan alternatif yang berupaya membebaskan peserta didik dari situasi keterpasungan dan penindasan. Kalau dalam dunia persekolahan kita identik dengan penyeragaman dan indoktrinasi,  pendidikan alternatif mencoba memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan pelajaran yang disukai atau memilih jenis aktivitas yang sesuai dengan minat dan hobi mereka masing-masing, bebas upacara, bahkan bebas ujian. Tempat belajar pun tak selalu berada di sebuah gedung yang mentereng atau laboratorium ber-AC, tetapi bisa berlangsung di bawah jembatan, tepian rel kereta api, atau di gubug-gubug kardus.

Novel Totto chan hanya satu dari sekian inspirasi lahirnya sekolah-sekolah alternatif saat ini, selain novel tersebut mungkin pemikiran Paulo Friere adalah yang paling menginspirasi dari yang lain, Paulo Friere adalah tokoh pendidikan asal Brazil, Ia dikenal sebagai seorang tokoh yang sangat kontroversial lantaran keberaniannya menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Sistem pendidikan yang ada dianggap sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin, tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena hanya menguntungkan penguasa, menurut Freire, pendidikan yang hanya melahirkan kaum penindas semacam itu harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Bisa jadi, maraknya pendidikan alternatif semacam itu terilhami oleh ide-ide cemerlang dari Paulo Freire ini.

0 komentar:

Post a Comment