Kemarin, untuk kali
kedua saya bertemu pak din pendiri sekolah alternatif qaryah thoyibah tapi
beliau lebih suka menyebutnya kelompok belajar qaryah thoyibah atau disingkat
KBQT di tingkir, Salatiga. Memang sejak pertama kenal sekolah satu ini dari
pelatihan FIM di cibubur oktober lalu, ketertarikan saya terhadap dunia
pendidikan seperti meluap-luap. Alasan pertama adalah karena sejak dulu memang
saya memimpikan suatu saat nanti bisa mendirikan sekolah dan perpustakaan bagi
anak-anak kurang mampu di desa saya, sehingga semua anak merasakan indahnya dunia
dari kemilau ilmu pengetahuan yang mereka pelajari, tentu dengan Cuma-Cuma tak
perlu mengerutkan dahi memikirkan biaya. Alasan kedua berangkat dari
keprihatinan saya terhadap realitas pendidikan saat ini, kompleksitas
permasalahan dunia pendidikan seperti benang kusut yang terus mengusut dari
hari ke hari, kalian pasti tahu!
Dari
pertemuan yang singkat itu saya menggali banyak hal tentang hakekat pendidikan.
banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan dan rasanya sangat menyentuh
realitas. Sejak itu, saya tertarik menggali lebih jauh filsafat dan teori-teori
yang menginspirasi gerakan pendidikan semacam ini melalui buku dan internet,
salah satu buku yang menginspirasi adalah novel karya tetsuko kuroyanagi
berjudul Totto chan yang bercerita tentang betapa pendidikan harus menempatkan
anak didik sebagai manusia seutuhnya, secara lebih humanis, karena mereka
anak-anak didik bukanlah makhluk mekanis. Novel ini sangat tajam menyentil dunia
pendidikan saat ini, Tentu kita sadar sudah lama dunia pendidikan formal (sekolah) kita dikritik sebagai tempat yang kurang nyaman bagi siswa didik dalam mengeksplorasi dan menumbuhkembangkan
jatidiri. Sekolah tak ubahnya kerangkeng penjara yang menindas para murid. Mereka harus menjadi sosok
yang serba penurut, patuh, dan taat pada komando. Imbasnya, mereka menjadi
sosok mekanis yang kehilangan sikap kreatif dan mandiri. Mereka belum terbebas
sepenuhnya dari suasana keterpasungan dan penindasan.
Yang lebih mencemaskan adalah dunia persekolahan pendidikan kita dinilai hanya menjadi milik
anak-anak orang kaya. Usai menuntut ilmu, mereka menjadi penindas-penindas baru
sebagai efek domino dari proses dan sistem yang selama ini mereka dapatkan di sekolah. Sungguh
sangat beralasan jika banyak pengamat pendidikan yang menilai bahwa dunia persekolahan
kita selama ini hanya melahirkan kaum penindas. Sementara itu, anak-anak dari
kalangan masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki akses terhadap dunia pendidikan hanya akan menjadi kacung dan kaum
tertindas.
Situasi
keterpasungan dan ketertindasan yang berlangsung dalam dunia pendidikan kita, disadari atau tidak, telah
menimbulkan resistensi dari para penggiat sosial. Mereka banyak
merintis berdirinya pendidikan alternatif yang berupaya membebaskan peserta
didik dari situasi keterpasungan dan penindasan. Kalau dalam dunia persekolahan
kita identik dengan penyeragaman dan indoktrinasi, pendidikan alternatif mencoba memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan pelajaran yang disukai atau
memilih jenis aktivitas yang sesuai dengan minat dan hobi mereka masing-masing,
bebas upacara, bahkan bebas ujian. Tempat belajar pun tak selalu berada di
sebuah gedung yang mentereng atau laboratorium ber-AC, tetapi bisa berlangsung
di bawah jembatan, tepian rel kereta api, atau di gubug-gubug kardus.
Novel Totto chan hanya satu dari sekian inspirasi lahirnya
sekolah-sekolah alternatif saat ini, selain novel tersebut mungkin pemikiran
Paulo Friere adalah yang paling menginspirasi dari yang lain, Paulo Friere
adalah tokoh pendidikan asal Brazil, Ia dikenal sebagai seorang tokoh yang
sangat kontroversial lantaran keberaniannya menggugat sistem pendidikan yang
telah mapan dalam masyarakat Brasil. Sistem pendidikan yang
ada dianggap sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin,
tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena hanya menguntungkan penguasa, menurut Freire, pendidikan yang hanya melahirkan kaum penindas semacam itu harus
dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang
baru. Bisa jadi, maraknya pendidikan alternatif
semacam itu terilhami oleh ide-ide cemerlang dari Paulo Freire ini.
0 komentar:
Post a Comment