Thursday, July 5, 2012

When I Started to Learn Dreaming...!!!


Kawan, aku ingin sedikit bercerita mengenai bagaimana aku bisa berada disini, menjadi salah satu bagian dari kelompok masyarakat “pandai” di negeri ini, menjadi intelektual muda harapan bangsa, menjadi mahasiswa, excellent…begitulah kira-kira jika melihat posisi mahasiswa dalam stratifikasi social di masyarakat, menjadi harapan keluarga juga tentunya karena aku adalah anak pertama yang harus mengemban misi menebar nama baik keluarga, konsekuensi logis karena aku lah generasi pertama dalam sejarah keluarga yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.
Mahasiswa, ah…nama itu begitu keren terdengar saat aku masih duduk di bangku sekolah dulu, nama yang menggambarkan kecemerlangan pemikiran, nama yang begitu ingin ku sandang. Cita-cita itu mulai terbersit dalam pikiranku saat aku kelas 1 SMP, cita-cita yang berani dari seorang anak desa yang lahir dari keluarga yang sama sekali tidak punya basic pendidikan tinggi, tapi obsesi manisnya ilmu pengetahuan menjadi motivasi yang tiada henti memompa semangat tanpa henti.
keluargaku bukanlah keluarga yang berlimpah materi. Kami hidup dengan sangat sederhana dari penghasilan pas-pasan ayahku sebagai seorang reparator perahu kapal di salah satu pelabuhan di Jakarta. Sedangkan ibuku hanya membuka warung sederhana di rumah nenekku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Ketika usia SD hingga SMP, ekonomi keluargaku memang belum terlalu sulit karena kebutuhan hidup yang harus di penuhi belum terlalu banyak, kami hidup berkecukupan...tapi kadang-kadang jika pekerjaan ayahku sedang sepi, ibuku harus pinjam sana sini untuk menutup kebutuhan sehari-hari, inilah resiko dari pekerjaan ayahku yang penghasilanya tidak menentu tiap bulanya. Jika sedang baik peghasilanya bisa melebihi gaji pegawai negeri tapi jika sedang sepi untuk makan saja kami harus pinjam sana-sini. Tapi ibuku adalah seorang perencana keuangan keluarga yang sangat brilliant, cerdas bukan kepalang. melihat kondisi seperti itu ibuku merancang strategi keuangan dengan memilah pendapatan ke dalam tiga kategori pengeluaran. konsumsi 70%, investasi 10% dan cadangan sebagai biaya tak terduga 20%, teori yang mungkin hampir sama dengan petuah bijak para consultant keuangan rumah tangga berbandrol mahal yang banyak beredar saat ini atau ilmu perencanaan keuangan yang diajarkan di universitas. walaupun sebenarnya ilmu itu tidak pernah beliau dapatkan dari bangku sekolah, ibuku hanya tamat SD. tidak ada kesempatan untuk beliau melanjutkan sekolah satinggi-tingginya karena tidak ada biaya, tapi sejatinya ibuku adalah wanita tangguh nan cerdas gemilang. “Pengalaman dan naluri seorang ibu rumah tangga”, itu katanya. Dari situ ibuku bisa menabung untuk sekolahku sampai SMA, investasi pendidikan. Begitulah kawan sedikit gambaran tentang keluargaku. Keluarga unik kombinasi dua manusia luar biasa yang selalu ku kagumi, moderatnya ibuku dengan konservatifnya ayahku, tegas dan kerasnya ayahku bersanding dengan lembut dan penyabarnya ibuku, religiusnya ibuku dengan tradisional minded ayahku, semuannya menjadi satu kombinasi yang unik dan saling melengkapi, dua pribadi yang sangat ku hormati sekaligus ku kagumi, itulah mereka.
Kini akan ku ceritakan saat aku mulai belajar bermimpi, merancang peta hidup yang akan menjadi motivasiku sampai saat ini. Ketahuilah kawan, Aku mulai merancang peta hidupku ketika menjelang masuk SMA, ya. . .ketika itu aku berani merancang peta hidupku mungkin sampai tingkat terlalu berani, muluk dan hampir tidak realistis. obsesif kompulsif atau apalah namanya yang jelas pada waktu itu aku benar-benar terbius oleh candu ilmu pengetahuan, candunya para ilmuwan, candu berefek positif yang hebat bukan main. Sedikit narsis, aku merasa sejak SD aku mempunyai perbedaan dengan teman-temanku dirumah berkaitan dengan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, saat kecil aku senang sekali membaca, betapa senangnya aku ketika menemukan pengetahuan-pengetahuan baru dari sebuah buku. bahkan aku sudah bisa membaca dan menulis namaku sendiri jauh sebelum aku masuk bangku sekolah. Itulah mungkin yang membuatku selalu mendapat peringkat pertama di kelas dari kelas 1 sampai ujung kelas enam, pole position selalu bisa ku raih, puncak klasemen. Hebat bukan main.
Lulus SMP, aku bidik salah satu SMA terbaik di kotaku. Setelah itu aku akan melanjutkan studiku ke salah satu universitas terbaik di Indonesia, aku list nama-nama univesitas yang akan aku tembak pada waktunya. tapi taukah kau kawan, ternyata tempat kuliahku sekarang tidak pernah masuk daftarku waktu itu, namun itu tidak terlalu buruk bagiku karena tempat kuliahku sekarang juga termasuk salah satu universitas terbaik di indonesia. jangan pernah sedikitpun menyesal itu yang terpatri kuat dalam diriku karena pada intinya dimanapun aku berada saat ini yang terpenting adalah rancangan hidupku tetap pada jalur nya. Dan Yang membuat rancangan hidupku menjadi terlalu berani dan sedikit imajiner adalah setelah lulus kuliah aku akan melanjutkan studiku keluar negeri , Jerman. . .itulah tempat impianku waktu itu karena memang pada saat itu aku ingin sekali menjadi seorang ilmuwan, scientist robotic. .keren sekali, nama yang aku karang sendiri untuk menyebut ilmuwan perancang robot entah ada atau tidak nama itu, aku tidak peduli. Dan Jerman adalah tempat yang paling tepat untuk mewujudkan itu. Dan taukah kau kawan cita-cita itu akhirnya berbelok 180 derajat saat aku SMA, saat aku mengenal teori realitas secara lebih jauh yang membuatku mulai berfikir realistis atas impian-impianku. Realitas yang membuka mataku, yang menyadarkanku bahwa aku tidak sepandai seperti yang aku bayangkan. Bahwa realitas diluar sana tidak semudah seperti yang ku bayangkan , akan banyak rintangan menghadang. Aku menjadi orang yang begitu rendah diri, “minderan” dan tidak percaya diri. Kadang-kadang semakin kita berfikir realistis semakin besar pula peluang kita untuk menjadi lemah. Itulah yang ku alami.

bersambung . . . .

0 komentar:

Post a Comment