Friday, July 6, 2012

Saat Mozaik Mimpi itu Mulai Terajut...


SMP menjelang ujian nasional adalah saat dimana kurva semangatku berada pada posisinya yang tertinggi, Aku begitu menggebu-gebu dengan rancangan hidupku, beberapa minggu menjelang ujian aku menjadi kutu buku dadakan, kutu soal-soal ujian lebih tepatnya, karena hampir setiap harinya aku tidak pernah lepas dari kertas-kertas soal ujian nasional, unbelievable bin fantastis menurut ukuranku...melihat keseharianku sebelum itu yang tidak pernah bersinggungan dengan aktivitas belajar. barangkali inilah efek positif dari sebuah obsesi kawan. Semangat membara laksana ksatria di medan laga, :D ... Silakan dicoba!!! Target yang ku bidik waktu itu adalah dua SMA negeri terbaik di kotaku, bersama sahabat terbaikku, kami bertekad untuk menunjukan kepada sekolah bahwa kami bisa lebih dari siswa lainnya di sekolah jika kami punya niat, ya…punya niat, karena menurut hipotesa sahabatku selama ini kami hanya kurang niat, semuanya tidak niat serba setengah-setengah.
Karena setengah-setengah tadi aku termasuk siswa yang tidak masuk kategori pintar dan tidak juga masuk kategori bodoh, ya…standar-standar saja lah, kelas 1 aku masuk 5 besar,awal yang lumayan baik. .tapi semakin lama semakin menurun saja prestasiku, mungkin buah dari kenakalanku waktu itu. hingga kelas 3 semester 1 aku sudah terlempar dari garda depan kelasku, begitupun sahabatku.
Baiklah kawan, akhirnya harus aku kenalkan teman seperjuanganku waktu itu, Teguh Imam Burhanudin namanya, the cool guy. . . manusia unpredictable yang selalu mengejutkan pada saat yang tidak di duga-duga. Dia termasuk Anak yang cerdas menurutku hanya saja dia belum menyadari kemampuanya secara maksimal pada waktu itu. Undetected talent... Dari kelas 1 sampai kelas 3 kami selalu satu kelas, prestasi belajarnya di kelas juga tidak jauh berbeda dengan prestasiku, dia sempat berada di garda depan di awal namun terlempar pula di akhir. dan menjelang ujian akhir kami sepakat untuk menunjukkan kepada sekolah bahwa kami layak di perhitungkan, kami akan jadi nomor satu di sekolah…jeng-jeng-jeng menggebu-gebu bukan main. tidak Cuma itu, Semangat kami semakin memuncak setelah mendengar kabar bahwa siswa dengan predikat lulusan terbaik akan mendapat seperangkat computer dari sekolah, menggiurkan sekali untuk kami. namun aku yakin itu tidak akan mudah karena masih ada beberapa siswa pandai di kelasku yang harus ku taklukan. Siswa-siswa langganan garda depan dari awal hingga akhir. Ya…Jika pada waktu itu ada bursa taruhan jelas kami sama sekali tidak masuk hitungan.
Detik-detik ujian nasional SMP, dengan semangat membara di dada, aku melangkah dengan pasti, padahal jauh sebelum itu mendengar namanya saja yang terbayang di kepalaku adalah mahluk mengerikan berbentuk kertas yang siap mencabik-cabik masa depanku, bayang-bayang tidak lulus selalu muncul di kepalaku. barangkali inilah kekuatan magis dari sebuah obsesi menggebu-gebu yang merasuk dalam hingga ke ujung semangatku. 3 hari ku lalui dengan optimisme tinggi. Keraguan bisa mencapai prestasi tertinggi seperti yang ku canangkan di depan masih tetap muncul karena sainganku memang luar biasa berat untuk ukuranku waktu itu, Begitu pula sahabatku. “kita sudah berjuang maksimal kawan, tak usah terlalu di fikirkan, kita lihat nanti hasilnya”.
Rumor-rumor menyeruak di seantero sekolah mengenai siapa yang tidak lulus dan siapa yang mendapat predikat lulusan terbaik jauh sebelum pengumuman hasil ujian nasional di terbitkan secara resmi, diam-diam aku mulai khawatir, jangan-jangan aku adalah salah satu dari mereka yang tidak lulus, namun perasaan optimis ku lantas memberontak, “tidak mungkin aku gagal, mustahil, aku sudah mengerjakan soal ujian dengan sangat baik. Optimis. .harus optimis!!!”, belum juga perasaan optimis itu mengendap bisikan lain kembali manghajar logikaku, “bisa saja itu terjadi, barangkali pada saat mengerjakan bulatan-bulatan yang ada di lembar jawabanku banyak yang belepotan, meluber kemana-mana dan tidak bisa di baca komputer, bukan jawabanku yang salah tapi bulatan-bulatan itu yang bermasalah dan secara otomatis aku kehilangan poin, dan kemungkinan tidak lulus pun masih sangat besar”, beragam spekulasi muncul begitu saja dari kepalaku,dan pada akhirya saat itu aku banting kemudi targetku bukan lagi menjadi lulusan terbaik disekolah, tapi hanya sekedar lulus ujian nasional. Drastis!!!
Menjelang pengumuman ujian nasional aku dan sahabatku sudah mulai survey SMA yang akan kami bidik, di depan sebuah SMA negeri di pusat kota, temanku diam-diam berujar, “ini sekolah kita berikutnya kawan”, nada percaya diri yang luar biasa dari sahabatku. Percaya diri bahwa hasil ujian yang akan di umumkan nanti akan sebaik yang diharapkan, sementara aku masih saja terjerat pesimistis frontal tak beralasan yang kian menggerogoti logikaku diam-diam. Aku tengok grade minimal untuk masuk SMA negeri itu, owh. . .nyaliku semakin ciut kawan, grade minimal yang di syaratkan terlalu besar buatku, Apa aku bisa melewati itu??di tambah lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk mendaftar ke sekolah itu tergolong mahal untuk ukuran keluargaku yang pas-pasan. Perasaan Pesimisku semakin menari-nari di atas kepalaku.
Hari pengumuman ujian nasional pun akhirnya tiba, betapa bahagianya aku, ternyata aku bukan termasuk barisan berpredikat “gagal”, mendengar hal itu sudah membuatku sangat puas, tidak lagi terfikir di kepalaku untuk menjadi lulusan terbaik . bagiku target utama sudah tercapai. Itu cukup baik untukku.
Sampai akhirnya hari dimana pengumuman itu di bacakan, teman-temanku memberi ucapan selamat untukku, aku masih belum mengerti selamat untuk apa yang mereka sampaikan. . .dan setelah ku sadari ternyata, “I’m the best graduated”. unpredictable. . .inilah pencapaian terbaikku, prestasi tertinggi yang pernah ku raih, walaupun waktu SD dulu aku pernah mendapat juara 2 lomba MTQ tingkat kecamatan tapi bagiku mendapat sebuah computer adalah prestasi terbesarku, karena pada saat menjadi juara MTQ dulu aku hanya mendapat selembar piagam dan bingkisan sebagai kenang-kenangan. Excellent. . .moment itu menjadi pemantik semangatku untuk kembali survive di jalur hidupku.
Dus, nilaiku akhirnya cukup untuk mendaftar di sekolah yang ku bidik bersama sahabatku, oiya kawan. . .aku hampir lupa, Teguh Imam Burhanudin akhirnya duduk mengekor di belakangku , dia menyabet 3 besar, tidak terlalu buruk. Dari hal itu Aku sama sekali tidak menganggap bahwa aku lebih pandai dari teman-temanku, hanya masalah dewi fortuna, ya.. .bagiku, aku hanya sedikit lebih beruntung dari mereka dan finish di urutan pertama, sejatinya dalam banyak hal aku masih kalah dari mereka. Yang pasti satu pelajaran berharga untukku adalah bahwa kepintaran seseorang tidak lebih hebat dari semangat dan kerja keras kawan. Itu intinya.
Dan akhirnya aku masuk salah satu sekolah terbaik di kotaku, sekolah yang memperkenalkanku dengan beragam karakter manusia, sekolah yang mempertemukanku dengan teman-teman yang luar biasa, sekolah yang akan membuka mataku akan realitas ilmu pengetahuan. . .SMA Negeri 2 Cirebon.

bersambung . . . .

2 comments: