Oleh : Suwandi
Banjir atau terjadinya genangan di perkotaan masih banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia. Genangan tidak hanya dialami oleh kawasan perkotaan yang terletak di dataran rendah saja, bahkan dialami kawasan yang terletak di dataran tinggi. Banjir yang seringkali terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tingginya intensitas hujan; belum tersedianya sarana drainase yang memadai; penggunaan saluran yang masih untuk berbagai tujuan (multipurpose) baik untuk penyaluran air hujan, limbah, dan sampah rumah tangga yang tidak diimbangi oleh air penggelontoran yang dialirkan; dan adanya fasilitas bangunan bawah tanah (pipa PAM, kabel Telkom, dan PLN) yang kedudukannya sangat mengganggu saluran drainase yang ada.
Banjir atau genangan di suatu kawasan dapat juga terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu menampung debit yang mengalir, hal ini akibat dari tiga kemungkinan yang terjadi yaitu : kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya. Pengertian sistem disini adalah sistem jaringan drainase di suatu kawasan. Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan /atau membuang kelebihan air (banjir) dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal, jadi sistem drainase adalah rekayasa infrastruktur di suatu kawasan untuk menanggulangi adanya genangan banjir (Suripin, 2004).
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input –output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak (Pemkot Semarang, 2011). Persoalan lain yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (Rob) di beberapa bagian di wilayah perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.
Sumber:
The Space Arrangement Map Of Semarang, 1999
Berdasarkan data dari The Space Arrangment Map of Semarang, pada tahun 1999 Kota Semarang memiliki kawasan genangan dengan total 10553 ha yang terdiri dari kawasan rob seluas 1346 ha, dan kawasan banjir seluas 9207 ha. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedarsono tahun 2012 menunjukkan bahwa, antara tahun 1996 sampai tahun 2010 terjadi penambahan genangan seluas 29,62 ha. Dengan adanya penambahan genangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan infrastruktur permukiman antara lain: jalan aspal (37,10%), jalan beton (26,20%), jalan dengan paving block (22,50%) dan saluran drainase (23,90%). Secara komulatif genangan berpengaruh terhadap kerusakan infrastruktur permukiman sebesar 20%, sedangkan sisanya diakibatkan oleh unsur lain.
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas drainase yang ada. sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air yang menimbulkan dampak bagi lingkungan. Drainase di wilayah perkotaan berfungsi untuk mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Fungsi drainase perkotaan secara umum adalah:
1. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
2. Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima
terdekat secepatnya.
3. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang
dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
4. Meresapkan air pemukaan untuk menjaga
kelestarian air tanah (konservasi air).
5.
Melindungi prasarana dan sarana yang sudah
terbangun.
Penanganan sistem drainase Kota Semarang, terbagi atas dua karakteristik wilayah yaitu penanganan daerah atas dan penanganan daerah bawah. Penanganan daerah atas terbagi ke dalam beberapa pelayanan DAS, yaitu DAS Babon, DAS Banjir Kanal Timur, DAS Banjir Kanal Barat, DAS Silandak/Siangker, DAS Bringin, DAS Plumbon. Sementara bagian bawah terbagi ke dalam empat sistem drainase, yaitu : (1) Semarang Tugu dimana Wilayah ini terletak diantara Kali Blorong dan Kali Silandak. Saluran drainase utama yang ada dalam wilayah ini antara lain Kali Mangkang, Kali Tapak, Kali Boom Anyar, Kali Tugu dan Kali Jumbleng. (2) Semarang Barat. yang terletak diantara Kali Silandak dan Banjir Kanal Barat. Saluran drainase utama yang ada dalam wilayah ini antara lain Kali Siangker, Kali Ronggalawe, Kali karang Ayu dan Kali Tawang Sari, ketiga saluran tersebutdisalurkan ke Banjir Kanal Barat. (3) Semarang Tengah. yang terletak diantara Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Saluran drainase utama yang ada dalam wilayah ini antara lain Saluran Bulu, Kali Semarang, Kali Baru dan Kali Banger. Kali Baru Saat ini berfungsi sebagai pelabuhan tradisional, beberapa saluran drainase kota seperti Saluran Bandarharjo dan Ronggowarsito bermuara ke Kali Baru. Pada bagian selatan terdapat Saluran Sriwijaya yang berfungsi untuk menyalurkan air dari daerah atas (Candi Baru) menuju Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. dan (4) Semarang Timur. yang terletak diantara Banjir Kanal Timur dan Kali Babon. Saluran drainase utama yang ada dalam wilayah ini antara lain Kali Tenggang dan Kali Sringin.
Sistem drainase yang buruk menjadi penyebab utama banjir di Kota Semarang. Dari enam kecamatan langganan banjir, sebagian besar disebabkan karena saluran air tidak ada, saluran tersumbat sampah, dan akibat bangunan yang mengganggu saluran. Dari penyebab banjir tersebut, faktor sistem drainase yang buruk memberi kontribusi terbesar. Sistem drainase yang buruk inilah yang menyebabkan banjir lokal di Semarang. Sistem drainase yang buruk menyebabkan aliran air tidak lancar sehingga terjadi genangan setiap kali hujan deras. Sebagian besar saluran drainase utama Kota Semarang, baik yang alamiah maupun buatan, dibagian hilir mempunyai elevasi saluran lebih rendah dari pada elevasi dasar muara/pantai. Hal ini menyebabkan sedimentasi serius dan menimbulkan pendangkalan. Sistem drainase utama yang ada, sebagian besar belum mempunyai garis sempadan yang jelas dan belum diperdakan hal ini menimbulkan kerancuan dalam upaya pengelolaan dan pengawasan bangunan liar di sepanjang tepi sungai, dan biaya 'resettlement' sangat tinggi pada waktu pelaksanaan normalisasi sungai yang bersangkutan (Puslitbang Kimpraswil Kota Semarang, 2002).
Sumber: Puslitbang Sumber Daya Air. 2004
Ada 2 wilayah besar di Kota Semarang yang seringkali terkena dampak yang besar jika terjadi banjir yaitu kawasan Semarang Utara dan Semarang Timur. Sistem Drainase di Kecamatan Semarang Utara termasuk dalam Sistem Drainase Semarang Tengah. Sistem drainase utama diwilayah ini adalah sistem drainase Bulu, Kali Semarang, Kali Baru, dan Kali Banger. Berdasarkan DAS Semarang Tengah terbagi dalam beberapa sub sistem, yaitu seperti tabel berikut:
Sub Sistem
|
Sungai
|
Luas Das (ha)
|
Kapasitas Existing (m3/dtk)
|
Panjang (m)
|
Kali Banjir Kanal Barat
|
Banjir Kanal Barat
|
145,00
|
609
|
5300
|
Kali Bulu
|
Saluran Bulu
|
93,57
|
4
|
5090
|
Kali Asin
|
Kali Asin
|
281,35
|
5
|
1120
|
Kali Semarang
|
Kali Semarang
|
576,28
|
28
|
6750
|
Kali Baru
|
Kali Baru
|
185,55
|
9
|
750
|
Kali Banger
|
Kali BAnger
|
523,79
|
11
|
6750
|
Sumber : TD Wismarini.2011.
Berdasarkan tabel di atas, ada beberapa permasalahan utama yang muncul sebagai penyebab dari banjir yang sering terjadi di Kota Semarang khususnya wilayah Semarang Utara. Kondisi saluran drainase yang lebih kecil (sekunder, tersier, dan seterusnya) juga tidak kalah memprihatinkan. Kapasitas saluran makin hari makin menurun akibat sedimentasi, sampah, dan pemeliharaan yang kurang. Tidak mengherankan jika sampai saat ini masalah banjir kiriman dan banjir pasang merupakan masalah yang belum terpecahkan. Genangan banjir masih selalu terjadi, terutama pada saat musim hujan. Bahkan di beberapa daerah terjadi genangan permanen akibat rob. Hal ini akan semakin sulit di atasi jika pengembangan drainase kota tidak dapat dilakukan dengan baik.
Selain itu, kondisi drainase semakin parah dikarenakan partisipasi masyarakat yang rendah untuk menjaga drainase di lingkungan mereka. Perilaku buruk membuang sampah sembarangan di saluran-saluran drainase menjadikan kondisi drainase kota saat ini sangat memprihatinkan. Pengelolaan drainase tidak bisa diberikan secara penuh kepada pemerintah, harus ada peran serta masyarakat dalam menjaga saluran drainase. Kondisinya saat ini Masyarakat ditepi sungai masih menganggap sungai bagaikan bak sampah raksasa. Semuanya mulai dari sampah rumah tangga sampai kasurpun dibuang di sungai. Padahal di negara maju, sungai yang membelah di tengah kota seperti Sungai Thames di London, Rhijn di Belanda dan lainnya digarap dengan serius serta dijaga kebersihannya. Sehingga sungai menjadi indah serta dapat dinikmati untuk arena rekreasi.
Referensi
http://bagus-nuari.blogspot.com/2011/06/semarang-in-proges.html
Pemerintah Kota Semarang. 2001. Profil Kabupaten dan Kota Semarang.
Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi,
Jogyakarta.
TD Wismarini.2011.Metode perkiraan laju aliran puncak (debit air) sebagai dasar analisis sistem drainase di daerah aliran sungai wilayah semarang berbantuan SIG (www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/download/359/236)
Soedarsono.2012.Amblesan Tanah di muara Kali Semarang Berpengaruh Terhadap Luas Genangan dan Kerusakan Infrastruktur Pemukiman
Rosyid Ridho.2010.Harus Diikuti Normalisasi Saluran dalam http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/04/05/51080
Peraturan daerah kota semarang nomor 14 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota semarang tahun 2011 – 2031