Saturday, November 23, 2013

AKU DAN BUKU

Kesukaanku dengan buku saat ini barangkali tidak lepas dari pengalaman masa laluku yang intim dengan benda kotak beruas-ruas ini. Aku masih ingat ketika awal perkenalanku dengan buku bacaan pertama kali, saat itu usiaku mungkin belum genap 5 tahun. Terus terang aku suka menceritakanya kepada orang-orang karena bagiku cerita ini terdengar dramatis, maklum, aku memang tipe melankolis,hehe…:D berawal dari ketidaksengajaan, ibuku seorang pedagang warung kelontong, kalo yang belum tau definisi warung kelontong, ini sejenis warung yang daganganya macam2, mulai dari bumbu dapur sampai jajanan “bodoh” untuk anak-anak. nahh…biasanya setiap hari ibuku membeli kertas “kiloan” di pasar untuk bungkus bumbu dapur dan dagangan2 lain itu ketika dijual. Kertas2 ini biasanya berupa Koran bekas, tabloid usang, sampai majalah-majalah yang tanggalnya kadaluarsa. Dan dari kertas2 inilah awal perkenalanku yang istimewa dengan majalah bobo, anda tau majalah ini?? Inilah buku bacaan (berbentuk majalah) pertama yang aku kenal, selain iQro’ tentunya… Majalahnya masih kelihatan bagus walaupun beberapa halaman sudah ada yang sobek, jangan tanya tanggalnya. Sudah pasti out of date...:D tapi waktu itu aku belum bisa membaca, aku hanya melihat gambar2nya saja, bagiku gambar-gambar itu sangat menarik. ingin sekali rasanya mengerti bagaimana cerita anak kecil bertopi panjang, kelinci putih yang tampak selalu riang, negeri yang berwarna-warni yang ada didalam buku dan seterusnya. alhasil, sejak saat itu, setiap ibuku membeli kertas kiloan selalu aku bajak duluan, berharap majalah serupa aku dapatkan. Mungkin ada sebagian orang bertanya, kenapa tidak minta dibelikan saja, susah amat…justru disinilah sisi dramatisnya, waktu kecil aku bukan tipe perengek orang tua, jika tidak ditawari lebih dulu jarang sekali aku meminta. jangankan minta dibelikan buku, jajan bakso sunduk yang saban hari lewat depan rumah saja jarang sekali aku memintanya. Oiyaa…fyi, sebelum masuk SD aku tidak pernah masuk TK, tapi sejak kecil, kecil sekali.. aku sudah belajar mengaji di pondok ngaji dekat rumah, mungkin kalo sekarang bisa disebut TPQ. Jadi jauh sebelum kenal aksara latin, aku lebih dulu mengenal aksara arab. Sebelum mahir membaca majalah bobo, aku sudah harus mahir membaca iQro’ dan juz ‘amma. Jadi belajar aksara latin di usia 5 tahun secara otodidak bagiku adalah sisi dramatis yang lain..... :D

Saat SD tak ada kesan istimewa antara aku dan buku. Keintiman kami yang dramatis pada awalnya pun agak sedikit berkurang kadarnya. Dirumah, aku lebih sering disuruh “nderes” (memperbaiki bacaan) alqur’an daripada membaca buku bacaan. (ibuku memang religious,hehe...:D) Lagipula dirumah pun tak ada buku lain selain buku tulis, buku menulis tegak bersambung dan buku gambar. Karena di sekolah, buku paket tidak boleh dipinjam. Baru ketika hampir kelas 6 hubunganku membaik dengan buku bacaan. Saat itu aku senang sekali membaca buku sejarah peradaban dunia, geografi negara2 di dunia sampai bacaan pegetahuan tentang bumi dan planet – planet yang aku pinjam diam-diam dari pamanku yang kelas 2 SMP. (sampai sekarang buku2 itu masih aku simpan, dan kadang aku baca2 ulang). Dan baru setelah SMP lah kegemaranku membaca (lumayan) terfasilitasi. Aku anggap terfasilitasi karena di SMP ku tersedia perpustakaan, walaupun bukunya tak banyak, Aku bisa membaca sepuasnya disana, bisa dipinjam pula. Hebat betul SMP ku ini pikirku, haha…(dasar anak kampung) :D

Buku favoritku masih seputar geografi, sejarah dan bumi & antariksa, Saat itu aku belum begitu mengenal dan tertarik dengan dunia sastra. Oiyaa…ada yang menarik, saat SMP inilah aku bertemu dengan salah satu species benda kotak beruas-ruas yang diberi nama oleh penemunya “(cara mudah) belajar membuat robot”. First sight, aku langsung jatuh cinta. Jadilah pada saat SMP dulu cita-citaku bulat – ingin menjadi scientist robotic – ini istilah yang aku buat sendiri untuk menamai ilmuwan pembuat robot... (ngarang)

Ayat-ayat cinta adalah novel pertama yang aku baca (sampai habis). Sebelumnya belum pernah ada buku2 sastra yang kuat aku baca sampai lembar terakhir. Inilah awal mula aku menyukai buku2 sastra. Awal SMA kelas 2 tepatnya. Agaknya aku harus berterimakasih kepada kang abik untuk yang satu ini. saat aku baca waktu itu, AAC belum begitu terkenal, oknum yang membuat aku terpaksa membaca novel ini adalah siswa berinisial SM, ketua organisasi kerohanian di sekolah. Novel ini memang berisi perjuangan, selain juga kisah cintanya yang dramatis. Emang dasar melankolis, dengan sedikit promosi ala prospector MLM gampang saja rekomendasi itu aku turuti. Tapi bukunya memang bagus, aku ingat sekali waktu itu aku cuma butuh 2 malam saja untuk khatam seluruhnya, sampai testimoni2nya juga,haha… Nahh…sejak saat itu aku mulai rajin membaca novel, semua karya kang abik habis aku nikmati. Semuanya tentu hasil dari meminjam. Keuntungan buatku karena aku cukup mengenal sindikat siswa2 galau di sekolah pemilik buku2 novel sejenis itu. Galau…aku sebut demikian karena mau dinamakan apa lagi mereka, jika baru kelas 2 SMA saja bahasannya sudah tentang istri sholehah, akhwat idaman umat atau menikah di usia muda, dan bacaanya, pudarnya pesona Cleopatra, cinta suci zahrana...ecetraaaaa!!!! itu galau bukan namanya…??haha.. :D setelah itu, aku mulai mengenal banyak jenis karya sastra, trilogy lord of the rings-nya J.R tolkiens adalah yang berikutnya, Dan brown, donny dhirgantoro, asma nadia, helvy tiana rossa, WS Rendra, chairil anwar mulai akrab karya-karyanya aku baca. Dari membaca inilah aku mulai menulis cerita, dari cerpen sampai novelet. Tapi setelah ku baca ulang ternyata jelek semua hasilnya. Akhirnya aku putuskan berhenti saja,hahaha…. :D

Saat kuliah, adalah puncak dari semuanya. walaupun jarang sekali membeli buku (karena faktor budget), agaknya fasilitas untuk membaca buku sudah sangat memanjakan para peminatnya. bicara soal fasilitas, dimana-mana banyak tersedia. Membaca gratis tinggal ke perpusda atau perpustakaan2 lainnya, disana buku banyak macamnya, dari novel sampai yang aneh2 isinya pun ada. intinya saat kuliah buku mudah sekali didapat. Fasilitas ebook pun bisa diakses gratis, tinggal cari wifi gratis bisa sedot sebanyak-banyaknya. Berbeda dengan waktu masih SMP atau SMA. Tapi justru semakin lengkap fasilitas, keintiman itu menjadi sedikit longgar, seperti perumpamaan lain sebuah hubungan, terlalu sering berjumpa pun kadang bisa memicu kerenggangan. Walaupun masih suka membaca tapi dari waktu ke waktu kadarnnya semakin menurun saja. Indeed…Semangat membaca kadang ada pasang surutnya juga.   

Beberapa bulan yang lalu aku diajak seorang teman untuk membantu inisiasi sebuah perpustakaan umum (mini) untuk para peminat buku. Konsepnya sederhana, orang2 yang punya buku dan sudah selesai membaca buku2nya bisa meminjamkannya kepada mereka yang suka membaca buku tapi tidak bisa membeli buku, Saling pinjam buku intinya. Buatku ini menarik. dan konsepnya sangat realistis. Ditambah lagi, aku memang menyukai buku dan dengan itu akupun bisa terfasilitasi. Kemudian aku beri saja masukan agar dibuat komunitas karena alasan pasang surut semangat yang aku jelaskan diatas, barangkali masalah itupun bisa ketemu jawabanya. Finally…baru beberapa minggu kemarin komunitas itu diresmikan. Terus terang aku menaruh apresiasi yang tinggi kepada mereka semua, pegiat-pegiat serta anggota-anggotanya. Aku ingat satu uraian data yang sempat di paparkan salah satu pegiat taman baca waktu peresmian komunitas tersebut bahwa tingkat membaca masyarakat kita sangat rendah ternyata. Angkanya 1:1000 atau dari 1000 orang manusia di negeri ini cuma satu yang baca buku. Agak kaget juga. Artinya adalah sebuah tanggung jawab moral tentunya untuk aku secara pribadi sebagai salah satu diantara mereka yang paling tidak lumayan suka membaca buku dan mengetahui data tersebut untuk ikut ambil bagian meningkatkan angka statistic yang mencemaskan itu. Siapapun tau membaca punya dampak yang besar. Bahkan ada ungkapan jika bangsa yang besar adalah bangsa yang penduduknya gemar membaca. Jadi jika penduduk negeri ini gemar membaca insya Allah bangsa kita ini akan jadi bangsa yang besar.  Ini juga salah satu alasan betapa respect dan tingginya apresiasiku untuk para pegiat2 itu, karena aku yakin betul tak banyak yang berfikir sampai jauh kesana…standing ovation for you all!!!

Akhirnya aku berharap, keintimanku dengan makhluk beruas-ruas ini tak akan pernah berlalu, bahkan semakin hangat dari waktu ke waktu. disamping semakin banyaknya anak-anak muda yang sadar betapa pentingnya budaya membaca ini ditingkatkan sampai pada generasi berikutnya, jadi paling tidak ada harapan bangsa ini bisa maju...mulai dari membaca buku :)   
Salam Pecinta Buku….!!!! 


0 komentar:

Post a Comment