Kesukaanku dengan buku saat ini
barangkali tidak lepas dari pengalaman masa laluku yang intim dengan benda
kotak beruas-ruas ini. Aku masih ingat ketika awal perkenalanku dengan buku
bacaan pertama kali, saat itu usiaku mungkin belum genap 5 tahun. Terus terang
aku suka menceritakanya kepada orang-orang karena bagiku cerita ini terdengar
dramatis, maklum, aku memang tipe melankolis,hehe…:D berawal dari ketidaksengajaan,
ibuku seorang pedagang warung kelontong, kalo yang belum tau definisi warung
kelontong, ini sejenis warung yang daganganya macam2, mulai dari bumbu dapur
sampai jajanan “bodoh” untuk anak-anak. nahh…biasanya setiap hari ibuku membeli
kertas “kiloan” di pasar untuk bungkus bumbu dapur dan dagangan2 lain itu
ketika dijual. Kertas2 ini biasanya berupa Koran bekas, tabloid usang, sampai
majalah-majalah yang tanggalnya kadaluarsa. Dan dari kertas2 inilah awal
perkenalanku yang istimewa dengan majalah bobo, anda tau majalah ini?? Inilah
buku bacaan (berbentuk majalah) pertama yang aku kenal, selain iQro’ tentunya…
Majalahnya masih kelihatan bagus walaupun beberapa halaman sudah ada yang
sobek, jangan tanya tanggalnya. Sudah pasti out of date...:D tapi waktu itu aku
belum bisa membaca, aku hanya melihat gambar2nya saja, bagiku gambar-gambar itu
sangat menarik. ingin sekali rasanya mengerti bagaimana cerita anak kecil
bertopi panjang, kelinci putih yang tampak selalu riang, negeri yang
berwarna-warni yang ada didalam buku dan seterusnya. alhasil, sejak saat itu,
setiap ibuku membeli kertas kiloan selalu aku bajak duluan, berharap majalah
serupa aku dapatkan. Mungkin ada sebagian orang bertanya, kenapa tidak minta
dibelikan saja, susah amat…justru disinilah sisi dramatisnya, waktu kecil aku
bukan tipe perengek orang tua, jika tidak ditawari lebih dulu jarang sekali aku
meminta. jangankan minta dibelikan buku, jajan bakso sunduk yang saban hari
lewat depan rumah saja jarang sekali aku memintanya. Oiyaa…fyi, sebelum masuk
SD aku tidak pernah masuk TK, tapi sejak kecil, kecil sekali.. aku sudah
belajar mengaji di pondok ngaji dekat rumah, mungkin kalo sekarang bisa disebut
TPQ. Jadi jauh sebelum kenal aksara latin, aku lebih dulu mengenal aksara arab.
Sebelum mahir membaca majalah bobo, aku sudah harus mahir membaca iQro’ dan juz
‘amma. Jadi belajar aksara latin di usia 5 tahun secara otodidak bagiku adalah
sisi dramatis yang lain..... :D
Saat SD tak ada
kesan istimewa antara aku dan buku. Keintiman kami yang dramatis pada awalnya
pun agak sedikit berkurang kadarnya. Dirumah, aku lebih sering disuruh “nderes”
(memperbaiki bacaan) alqur’an daripada membaca buku bacaan. (ibuku memang
religious,hehe...:D) Lagipula dirumah pun tak ada buku lain selain buku tulis,
buku menulis tegak bersambung dan buku gambar. Karena di sekolah, buku paket
tidak boleh dipinjam. Baru ketika hampir kelas 6 hubunganku membaik dengan buku
bacaan. Saat itu aku senang sekali membaca buku sejarah peradaban dunia,
geografi negara2 di dunia sampai bacaan pegetahuan tentang bumi dan planet –
planet yang aku pinjam diam-diam dari pamanku yang kelas 2 SMP. (sampai
sekarang buku2 itu masih aku simpan, dan kadang aku baca2 ulang). Dan baru
setelah SMP lah kegemaranku membaca (lumayan) terfasilitasi. Aku anggap
terfasilitasi karena di SMP ku tersedia perpustakaan, walaupun bukunya tak
banyak, Aku bisa membaca sepuasnya disana, bisa dipinjam pula. Hebat betul SMP
ku ini pikirku, haha…(dasar anak kampung) :D
Buku favoritku
masih seputar geografi, sejarah dan bumi & antariksa, Saat itu aku belum
begitu mengenal dan tertarik dengan dunia sastra. Oiyaa…ada yang menarik, saat
SMP inilah aku bertemu dengan salah satu species benda kotak beruas-ruas yang
diberi nama oleh penemunya “(cara mudah) belajar membuat robot”. First sight,
aku langsung jatuh cinta. Jadilah pada saat SMP dulu cita-citaku bulat – ingin
menjadi scientist robotic – ini istilah yang aku buat sendiri untuk menamai
ilmuwan pembuat robot... (ngarang)
Ayat-ayat cinta
adalah novel pertama yang aku baca (sampai habis). Sebelumnya belum pernah ada
buku2 sastra yang kuat aku baca sampai lembar terakhir. Inilah awal mula aku
menyukai buku2 sastra. Awal SMA kelas 2 tepatnya. Agaknya aku harus
berterimakasih kepada kang abik untuk yang satu ini. saat aku baca waktu itu,
AAC belum begitu terkenal, oknum yang membuat aku terpaksa membaca novel ini
adalah siswa berinisial SM, ketua organisasi kerohanian di sekolah. Novel ini
memang berisi perjuangan, selain juga kisah cintanya yang dramatis. Emang dasar
melankolis, dengan sedikit promosi ala prospector MLM gampang saja rekomendasi
itu aku turuti. Tapi bukunya memang bagus, aku ingat sekali waktu itu aku cuma
butuh 2 malam saja untuk khatam seluruhnya, sampai testimoni2nya juga,haha…
Nahh…sejak saat itu aku mulai rajin membaca novel, semua karya kang abik habis
aku nikmati. Semuanya tentu hasil dari meminjam. Keuntungan buatku karena aku
cukup mengenal sindikat siswa2 galau di sekolah pemilik buku2 novel sejenis
itu. Galau…aku sebut demikian karena mau dinamakan apa lagi mereka, jika baru
kelas 2 SMA saja bahasannya sudah tentang istri sholehah, akhwat idaman umat
atau menikah di usia muda, dan bacaanya, pudarnya pesona Cleopatra, cinta suci
zahrana...ecetraaaaa!!!! itu galau bukan namanya…??haha.. :D setelah itu, aku
mulai mengenal banyak jenis karya sastra, trilogy lord of the rings-nya J.R
tolkiens adalah yang berikutnya, Dan brown, donny dhirgantoro, asma nadia,
helvy tiana rossa, WS Rendra, chairil anwar mulai akrab karya-karyanya aku
baca. Dari membaca inilah aku mulai menulis cerita, dari cerpen sampai novelet.
Tapi setelah ku baca ulang ternyata jelek semua hasilnya. Akhirnya aku putuskan
berhenti saja,hahaha…. :D
Saat kuliah,
adalah puncak dari semuanya. walaupun jarang sekali membeli buku (karena faktor
budget), agaknya fasilitas untuk membaca buku sudah sangat memanjakan para
peminatnya. bicara soal fasilitas, dimana-mana banyak tersedia. Membaca gratis
tinggal ke perpusda atau perpustakaan2 lainnya, disana buku banyak macamnya,
dari novel sampai yang aneh2 isinya pun ada. intinya saat kuliah buku mudah
sekali didapat. Fasilitas ebook pun bisa diakses gratis, tinggal cari wifi
gratis bisa sedot sebanyak-banyaknya. Berbeda dengan waktu masih SMP atau SMA.
Tapi justru semakin lengkap fasilitas, keintiman itu menjadi sedikit longgar,
seperti perumpamaan lain sebuah hubungan, terlalu sering berjumpa pun kadang
bisa memicu kerenggangan. Walaupun masih suka membaca tapi dari waktu ke waktu
kadarnnya semakin menurun saja. Indeed…Semangat membaca kadang ada pasang
surutnya juga.
Beberapa bulan
yang lalu aku diajak seorang teman untuk membantu inisiasi sebuah perpustakaan
umum (mini) untuk para peminat buku. Konsepnya sederhana, orang2 yang punya
buku dan sudah selesai membaca buku2nya bisa meminjamkannya kepada mereka yang
suka membaca buku tapi tidak bisa membeli buku, Saling pinjam buku intinya.
Buatku ini menarik. dan konsepnya sangat realistis. Ditambah lagi, aku memang
menyukai buku dan dengan itu akupun bisa terfasilitasi. Kemudian aku beri saja masukan
agar dibuat komunitas karena alasan pasang surut semangat yang aku jelaskan
diatas, barangkali masalah itupun bisa ketemu jawabanya. Finally…baru beberapa
minggu kemarin komunitas itu diresmikan. Terus terang aku menaruh apresiasi
yang tinggi kepada mereka semua, pegiat-pegiat serta anggota-anggotanya. Aku
ingat satu uraian data yang sempat di paparkan salah satu pegiat taman baca
waktu peresmian komunitas tersebut bahwa tingkat membaca masyarakat kita sangat
rendah ternyata. Angkanya 1:1000 atau dari 1000 orang manusia di negeri ini
cuma satu yang baca buku. Agak kaget juga. Artinya adalah sebuah tanggung jawab
moral tentunya untuk aku secara pribadi sebagai salah satu diantara mereka yang
paling tidak lumayan suka membaca buku dan mengetahui data tersebut untuk ikut
ambil bagian meningkatkan angka statistic yang mencemaskan itu. Siapapun tau
membaca punya dampak yang besar. Bahkan ada ungkapan jika bangsa yang besar
adalah bangsa yang penduduknya gemar membaca. Jadi jika penduduk negeri ini
gemar membaca insya Allah bangsa kita ini akan jadi bangsa yang besar.
Ini juga salah satu alasan betapa respect dan tingginya apresiasiku untuk
para pegiat2 itu, karena aku yakin betul tak banyak yang berfikir sampai jauh
kesana…standing ovation for you all!!!
Akhirnya aku
berharap, keintimanku dengan makhluk beruas-ruas ini tak akan pernah berlalu,
bahkan semakin hangat dari waktu ke waktu. disamping semakin banyaknya
anak-anak muda yang sadar betapa pentingnya budaya membaca ini ditingkatkan
sampai pada generasi berikutnya, jadi paling tidak ada harapan bangsa ini bisa
maju...mulai dari membaca buku :)
Salam Pecinta
Buku….!!!!